Duh! Dolar Eksportir Wajib Mudik, Rupiah Malah Tersungkur

rev, CNBC Indonesia
Selasa, 01/08/2023 15:32 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari pertama pelaksanaan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Indonesia dan di tengah rilisnya data PMI Manufaktur Jepang.

Dilansir dari Refinitiv, Rupiah melemah 0,23% terhadap dolar AS ke level Rp 15.110/US$1. Posisi penutupan tersebut adalah yang terendah sejak 11 Juli atau dalam 15 hari terakhir.
Pelemahan hari ini juga 
berkebalikan dari penutupan perdagangan Senin kemarin di mana rupiah menguat tipis sebesar 0,10% ke Rp 15.075/US$1.


Pelemahan rupiah hari ini justru terjadi di tengah banyaknya sentimen positif mulai dari pelaksanaan aturan DHE, melandainya inflasi, hingga PMI Manufaktur Indonesia yang melejit.
Seperti diketahui, 
 implementasi Devisa Hasil Ekspor (DHE) mulai berlaku per hari ini. DHE diharapkan dapat membawa pulang dolar AS dari ekspor yang telah diparkir di luar negeri.

Beberapa perubahan aturan baru terkait DHE Sumber Daya Alam (SDA) ke dalam bank di dalam negeri. Di antara perubahan tersebut, eksportir diwajibkan menyimpan 30% dari DHE dalam sistem keuangan Indonesia untuk jangka waktu tertentu.

Regulasi DHE SDA meliputi sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Batas DHE yang dikenakan kewajiban adalah US$250.000 per dokumen atau sekitar Rp3,76 miliar. Dampaknya, industri mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mengekspor tidak akan dikenakan kewajiban ini.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan potensi besar DHE SDA sangat besar. Potensi DHE yang masuk sebesar US$ 60,9 miliar atau sekitar Rp 918,98 triliun.

"Potensi yang bisa didapatkan adalah US$ 60-100 miliar," tutur Airlangga, pada saat konferensi pers, pekan lalu.

Sentimen juga datang dari inflasi domestik yang melandai dan data PMI Manufaktur. Inflasi Indonesia melandai menjadi 3,08% (year on year/yoy) pada Juli, dari 3,52% (yoy) pada Juni.

Melandainya inflasi akan menjadi 'pemanis' investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia karena spread rate bisa meningkat.
Sementara itu, aktivitas manufaktur Indonesia melonjak pada Juli 2023 didukung oleh kuatnya permintaan dari dalam dan luar negeri. S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada hari ini, Selasa (1/8/2023.

Untuk periode Juli 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 53,3. Indeks menjadi yang tertinggi sejak September 2022 atau 10 bulan terakhir.
PMI jauh lebih tinggi dibandingkan pada Juni 2023 yang tercatat di 52,5.

Data hari ini juga menunjukkan PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 23 bulan terakhir.

Meningkatnya PMI menjadi kabar baik karena mencerminkan permintaan ekspor yang diharapkan bisa mendatangkan dolar. PMI yang meningkat juga menjadi sinyal jika pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dalam tren positif.

Namun, PMI Manufaktur Jepang membuat investor lesu. PMI Manufaktur Jepang mengalami penurunan menjadi 49,6% pada Juli atau lebih rendah dari periode Juni yakni sebesar 49,8%. Hal ini menunjukkan kondisi manufaktur di Jepang yang belum cukup berkembang atau mengalami kontraksi.

Sebagai informasi, Jepang merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia, sehingga ketika kondisi manufakturnya mengalami kontraksi, maka akan mempengaruhi impor dari Jepang khususnya terhadap bahan baku dari Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(rev/rev)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS