
Jelang Putusan Suku Bunga The Fed, Rupiah Keok Lawan Dolar AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan hari ini. Koreksi rupiah dalam menghadapi keperkasaan dolar disinyalir akibatĀ penahanan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan penantian rilis data suku bunga AS pada Kamis dini hari.
Merujuk dari Refinitiv, Rupiah melemah 0,23% terhadap dolar AS ke angka Rp 15.025/US$ atau kembali bergerak di atas level psikologis Rp 15.000/US$. Pelemahan Rupiah ini berlanjut bahkan sempat menyentuh Rp 15.040/US$.
Mata uang Garuda hari ini masih terkapar menghadapi dolar AS menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan diumumkan pada hari ini waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Data FedWatch milik CME Group melihat pasar memperkirakan ada probabilitas sebesar 98,9% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,25-5,5% pada bulan ini.
Sementara, Bank Sentral Indonesia (BI) menahan suku bunga kembali di level 5,75% pada bulan ini. BI yang dovish terhadap suku bunga berpotensi berdampak positif terhadap perekonomian jangka panjang, namun rupiah cenderung akan tertekan dalam jangka pendek.
Tekanan pun sudah mulai terlihat meskipun The Fed belum mengumumkan kenaikkan suku bunga dengan pelemahan hari ini. Mata uang Garuda berpeluang melanjutkan pelemahan terhadap dolar AS, jika The Fed kembali hawkish atau agresif menaikkan suku bunganya.
Kabar baiknya, The Fed berpotensi menaikkan suku bunga satu atau dua kali lagi, menurut Rishi Sadaragani, analis R/Evolution Gate, yang dikutip dari CNBC International. Artinya, kenaikan suku bunga sudah berada di masa penghujung dan kebijakan keuangan akan lebih longgar.
Di tengah sentimen tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan jika stabilitas rupiah kini menjadi fokus utama BI. Perry juga optimis jika mata uang Garuda akan menguat ke depan sejalan dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global serta mengalirnya dana asing ke Indonesia.
"BI memperkirakan nilai tukar rupiah menguat cenderung dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi rendah imbal hasil aset keuangan menarik dan dampak positif implementasi PP 36 2023 tentang DHE sumber daya alam," jelas Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Selasa (25/7/2023).
Dengan tidak ada kenaikan maka bunga pinjaman diharapkan tidak ikut naik sehingga permintaan pinjaman juga akan meningkat. Kondisi ini dapat mendorong baik permintaan maupun investasi domestik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Berita dari Surat Berharga Negara (SBN) pun menjadi hal yang perlu dicermati. Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik ke 6,233% dari 6,246% pada perdagangan hari sebelumnya. Yield yang melandai menjadi tanda harga SBN yang semakin mahal karena investor mengincar SBN.
Minat investor asing pada surat berharga dalam negeri juga masih tinggi. Terlihat penawaran asing yang masuk dari hasil lelang SUN per 25 Juli 2023 mencapai 15.09% atau setara Rp4,15 triliun dari total incoming bids sebesar Rp30 triliun. Sedangkan dari yang dimenangkan (awarded bid) sebanyak Rp13 triliun, ada 20,50% atau Rp2,66 triliun merupakan kontribusi investor asing.
Menariknya aset keuangan Indonesia menjadi sentimen positif untuk rupiah, pasalnya masuknya aliran dana asing menjadi faktor penahan mata uang rupiah tidak jatuh lebih dalam
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Manufaktur China Masih Kontraksi, Rupiah Dibuka Melemah Lagi