Bursa Asia Cerah Lagi, Tapi Nikkei-KOSPI Masih Loyo
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Selasa (25/7/2023), di mana investor tengah bersiap menanti kebijakan moneter terbaru dari bank sentral Amerika Serikat (AS) pada pekan ini.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Hang Seng Hong Kong melejit 2,7%, Shanghai Composite China melesat 1,18%, Straits Times Singapura naik 0,1%, dan ASX 200 Australia menguat 0,16%.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,37% dan KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,23%.
Dari Korea Selatan, perekonomiannya melaju lebih cepat dari yang diperkirakan pada kuartal kedua tahun ini, ditopang oleh perbaikan utama dalam perdagangan meskipun belanja konsumen dan bisnis masih lebih lemah dan menambah kasus bagi bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneter yang ketat.
Produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan tumbuh sebesar 0,6% (year-on-year/yoy) yang disesuaikan secara musiman pada April-Juni, menurut perkiraan awal dari bank sentral Korea (Bank of Korea/BoK), setelah kenaikan 0,3% dalam tiga bulan sebelumnya.
Angka ini mengalahkan perkiraan kenaikan rata-rata 0,5% dalam survei ekonom Reuters dan menandai pertumbuhan kuartalan terbesar sejak kuartal kedua 2022.
Sedangkan secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/qtq), PDB awal Korea Selatan pada kuartal II-2023 tumbuh 0,9%, tak banyak berubah dari sebelumnya pada kuartal I-2023.
Berdasarkan pengeluaran, ekspor turun 1,8%, tetapi impor turun pada tingkat yang jauh lebih cepat sebesar 4,2%, membawa kontribusi pertumbuhan bersih sebesar 1,3 poin persentase ke ekonomi Negeri Ginseng yang sangat bergantung pada perdagangan.
"Secara kualitatif, tidak begitu positif seperti yang ditunjukkan oleh angka utama," kata Park Sang-hyun, kepala ekonom di HI Investment Securities.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas menguat terjadi di tengah bergairahnya lagi bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan kemarin, di tengah harapan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dapat melunak.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,052%, S&P 500 bertambah 0,4%, dan Nasdaq Composite naik 0,19%.
Bagi Dow Jones, penguatan kemarin memperpanjang rally panjang mereka menjadi 11 hari. Penguatan sepanjang itu menjadi rekor terbaiknya sejak Februari 2017 atau enam tahun terakhir.
Merujuk CNBC International, hanya enam kali indeks Dow Jones mampu menguat selama 11 hari beruntun dalam 78 tahun terakhir. Reli panjang selama 11 hari juga biasanya hanya terjadi sekali dalam 10 tahun.
Sementara itu, saham energi memimpin penguatan indeks S&P dengan menanjak 1,7% setelah harga minyak ke level tertingginya selama tiga bulan.
Harga minyak mentah Brent melonjak 2,23% kemarin menjadi US$ 82,88/barel. Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak April 2023.
Penguatan saham emiten minyak juga disebabkan oleh proyeksi membaiknya kinerja laporan keuangan mereka.
Analis dari Neuberger Berman, Steve Eisman, menjelaskan bursa saham AS terus menguat karena ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter di AS serta menjauhnya tanda-tanda resesi.
The Fed akan menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada hari ini dan besok untuk menentukan kebijakan suku bunga.
Pelaku pasar memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga pada bulan ini. Namun, kenaikan bulan ini diproyeksi akan menjadi yang terakhir pada tahun ini.
"Sejauh ini tidak ada bukti jika AS akan terkena resesi. Sejauh tidak ada sinyal resesi maka market akan terus memanas karena orang-orang ingin mengejar keuntungan," tutur Eisman, dikutip dari CNBC International.
Selain The Fed, pelaku pasar menunggu laporan kinerja keuangan perusahaan-perusahaan besar di sektor teknologi. Di antaranya adalah Alphabet, Microsoft, dan Meta yang akan mengumumkan kinerja keuangan pekan ini.
Sebanyak 40% emiten yang tercatat di indeks Dow Jones dan 30% indeks S&P akan menyampaikan kinerja keuangan pada pekan ini.
Saham teknologi tengah menjadi primadona bahkan mampu menggerakkan sektor lain. Indeks Nasdaq yang menjadi naungan perusahaan teknologi sudah melesat 41% tahun ini. Indeks melesat karena optimisme pasar terkait pengembangan artificial intelligence (AI) serta pelonggaran kebijakan moneter The Fed.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)