
10 Saham LQ45 Terboncos, Paling 'Ancur' Punya Taipan RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah saham di indeks LQ45 mencatatkan kinerja yang buruk sepanjang 2023. Bahkan, beberapa di antaranya terjun hingga lebih dari 30% pada tahun ini.
Hal tersebut kontras dengan kinerja indeks LQ45 sendiri yang berhasil tumbuh 3,03% sejak awal tahun (year to date/YtD). Dari 10 saham LQ45 'terboncos', mayoritas di antaranya merupakan emiten tambang, khususnya batu bara.
Saham emiten batu bara milik Garibaldi 'Boy' Thohir dan kongsinya PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) anjlok 37,14% YtD ke posisi Rp2.420/saham, penurunan tertajam dibandingkan saham emiten lainnya.
Ambruknya saham ADRO pada tahun ini terjadi usai berpesta, melonjak hingga 70%, selama 2022. Kenaikan sektor energi (IDXENERGY) di bursa juga sangat luar biasa, yakni 100,05% menjadi indeks sektoral terbaik sepanjang 2022.
Adaro berhasil meraup cuan gede sepanjang tahun lalu di tengah meroketnya harga batu bara yang dipicu perang Rusia-Ukraina. Adaro mencatat laba bersih sepanjang 2022 sebesar USD 2,83 miliar atau setara Rp 43 triliun. Capaian tersebut meroket hingga 175% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian laba bersih tersebut berasal dari pendapatan perseroan yang meningkat 103% menjadi USD 8,10 miliar atau setara sekitar Rp 123 triliun. Adapun pendapatan tahun sebelumnya yang sebesar USD 3,99 miliar.
Selain karena faktor cuaca, suplai dan peristiwa geopolitik yang menyebabkan harga bertahan pada level tinggi, lonjakan pendapatan ADRO berasal dari kenaikan secara tahunan pada volume penjualan serta average selling price (ASP).
Sedangkan, pada kuartal I 2023, laba bersih ADRO tumbuh 14,49% secara tahunan (yoy) menjadi US$458,04 juta. Pendapatan bersih perusahaan juga naik 50% yoy menjadi US$1,84 miliar.
Pada 2022, harga batu bara dunia acuan Newcastle untuk kontrak satu bulan ditutup di US$404,15 per barel. Sepanjang tahun ini, batu bara dunia mampu melonjak hingga 138%.
Berbeda dengan tahun lalu, harga batu bara memang mendingin tahun ini. Secara tahunan (year on year/YoY), harga batu bara minus 67%. Kendati memang, harga si batu hitam saat ini masih berada di atas US$140 per ton, terbilang masih belum mencapai titik terendah secara historis.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu (21/7), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Agustus ditutup di posisi US$ 141,75 per ton. Harga batu bara menguat tipis 1,23%. Posisi penutupan tersebut adalah yang tertinggi dalam sembilan hari perdagangan terakhir.
Selain ADRO, saham emiten batu bara lainnya di LQ45 yang juga nyungsep tahun ini adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang minus 31,39% ke Rp26.775/saham.
Harga tersebut anjlok signifikan usai saham ITMG sempat menyentuh level Rp45.650 pada perdagangan di akhir Oktober 2022. Seperti Adaro, kinerja keuangan ITMG juga moncer seiring naiknya harga batu bara pada 2022.
Secara tahunan, kinerja ITMG mengalami peningkatan drastis, laba bersih meroket 175,5% year-on-year (yoy), menjadi tertinggi sepanjang sejarah yaitu Rp18,2 triliun.
Namun, puncak harga batu bara yang sudah terlewati mulai terlihat di laporan keuangan terakhir ITMG. ITMG mencatat penurunan laba bersih sebesar 14,32% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 182,71 juta atau Rp 2,72 triliun pada kuartal pertama 2023.
Hingga Maret 2023, pihaknya juga mencatat perolehan EBITDA sebesar US$ 239 juta sedangkan laba bersih tercatat sebesar US$ 183 juta, turun 14% yoy.
Padahal, penjualan bersih perseroan naik tipis sebesar 7% yoy, menjadi US$ 686 juta. Sepanjang triwulan pertama 2023, perusahaan mencatat perolehan rata-rata harga jual batubara sebesar US$ 151 per ton atau setara dengan kurun waktu yang sama tahun lalu.
Kemudian, saham emiten batu bara BUMN PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Indika Energy Tbk (INDY) juga 'babak belur', masing-masing minus 24,59% dan 23,81%.
Saham yang memiliki eksposur investasi ke emiten batu bara ADRO, yakni Grup Saratoga PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), juga ambles 33,40% ke Rp1.685/saham tahun ini, usai sempat menembus Rp3.850/saham pada April tahun lalu.
Saham emiten amonia dan LPG PT Surya Essa Perkasa Tbk (ESSA) dan anak Pertamina di bidang transmisi dan distribusi gas bumi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga masing-masing anjlok 30,05% dan 21,59% YtD.
Saham emiten petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) juga 'buntung', turun tajam hingga 20,62%. Tidak hanya saham emiten 'berbau' energi dan tambang, saham induk Grup Emtek PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) sudah merosot 29,61% seiring kinerja yang kurang memuaskan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Cuan Receh, Ini 10 Saham LQ45 Paling Tokcer