
Hapus Buku & Tagih Kredit UMKM Bank BUMN, Apa Dampaknya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah membahas mengenai aturan hapus buku dan tagih kredit macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menghapus kredit macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Hapus buku tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilakukan upaya restrukturisasi dan bank atau non-bank telah melakukan upaya penagihan secara optimal, termasuk upaya restrukturisasi, tetapi tidak berhasil.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) atau BRI menyambut baik dan mengapresiasi kebijakan tersebut. Bank pelat merah yang memang fokus pada segmen UMKM tersebut memandang kebijakan tersebut dapat membantu segmen UMKM lebih berani mengakses pendanaan.
Hingga akhir Maret 2023 tercatat kredit UMKM BRI porsinya telah mencapai 83,86% dibanding dengan total kredit BRI atau setara dengan Rp 989,64 triliun. Angka ini tercatat tumbuh 9,56% dibandingkan setahun sebelumnya.
Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan kebijakan tersebut akan mendorong pertumbuhan kredit, khususnya UMKM. Dengan demikian akan memberikan efek domino ke perekonomian.
Sama halnya dengan PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) yang juga menyambut baik rencana pemerintah menghapus kredit macet UMKM. Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan bahwa sebagai "agent of development", pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung sektor UMKM.
Adapun selama ini bank-bank BUMN tidak melakukan hapus tagih kepada UMKM macet. Alhasil bank pelat merah perlu membentuk pencadangan yang akhirnya membuat "dana mengendap" naik dan juga biaya lain yang ditimbulkan dari penagihan.
Biasanya bank BUMN hanya melakukan hapus buku kredit UMKM yang telah masuk kategori macet. Sebagai informasi, hapus tagih adalah tindakan menghapus kewajiban debitur atas kredit yang tidak dapat diselesaikan.
Berbeda, hapus buku adalah tindakan administrasi untuk menghapus kredit yang masuk kategori macet. Hal ini dilakukan tanpa menghapus hak tagih.
Salah satu isu bank BUMN enggan melakukan hapus tagih karena dapat dianggap merugikan negara. Padahal kredit busuk yang sudah lama macet sering kali memang sudah tidak dapat ditagih karena sejumlah alasan.
Hal tersebut seharusnya tidak lagi menjadi isu, karena dalam Pasal 251, kerugian yang dialami oleh bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku dan hapus tagih tersebut merupakan kerugian masing-masing perusahaan.
UU PPSK juga mengatur bahwa hal itu bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan itu dilakukan berdasarkan itikad baik, ketentuan hukum yang berlaku, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), termasuk kredit macet, BRI per Maret 2023 sebesar 3,02%. Sektor mikro tercatat memiliki rasio NPL 2,24%, kecil 4,45%, dan menengah 2,06%.
Kemudian Bank Mandiri tercatat memiliki rasio NPL 1,7%. Sektor mikro tercatat memiiliki rasio NPL 1,15% dan kecil serta menengah (SME) 0,93%.
Pada periode yang sama, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI tercatat rasio NPL 2,8%. Sektor kecil tercatat memiliki rasio NPL 2,6% dan menengah 6%.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Adu Nyali Bank BUMN
