
Saham Emas Bergairah, Gara-Gara Harga Emas Terbang?

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten pertambangan dan perdagangan emas di Indonesia kompak menguat pada perdagangan sesi I Kamis (20/7/2023), di mana saham-saham emas cenderung mengikuti pergerakan harga emas dunia pada Selasa lalu.
Per pukul 09:27 WIB, setidaknya ketujuh saham emas di RI terpantau menguat, di mana lima saham sudah melesat lebih dari 1%, sedangkan dua saham menguat kurang dari 1%.
Berikut pergerakan saham emiten tambang emas pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Merdeka Copper Gold | MDKA | 3.280 | 3,80% |
Bumi Resources Minerals | BUMI | 178 | 2,30% |
J Resources Asia Pasifik | PSAB | 95 | 2,15% |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | 57 | 1,79% |
Archi Indonesia | ARCI | 372 | 1,64% |
Hartadinata Abadi | HRTA | 432 | 0,93% |
Aneka Tambang | ANTM | 2.000 | 0,50% |
Sumber: RTI
Saham raksasa pertambangan emas yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) memimpin penguatan saham emas di RI pada pagi hari ini, yakni melonjak 3,8% ke posisi Rp 3.280/saham.
Menguatnya saham emas RI mengikuti pergerakan harga emas dunia pada Selasa lalu yang berhasil melesat 1%. Namun pada perdagangan Rabu kemarin dan pagi hari ini, harga emas dunia cenderung turun tipis.
Pada perdagangan Rabu kemarin, harga emas di pasar spot ditutup turun tipis 0,08% di posisi US$ 1.9777,25 per troy ons.
Harga emas masih melemah pada hari ini. Per pukul 06:11 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.976,86 per troy ons atau melemah tipis 0,02%.
Harga emas melemah setelah terbang tinggi pada Selasa lalu, yakni melesat 1,23% di posisi US$ 1.978,72 per troy ons. Posisi penutupan Selasa lalu menjadi yang tertinggi sejak 17 Mei 2023 atau dalam dua bulan terakhir.
Analis TD Securities menjelaskan emas melemah karena harga sang logam mulia sudah terbang tinggi. Pelaku pasar akan memilih menunggu sebelum memastikan bahwa data-data ekonomi AS memang mendukung bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan melunak.
Pasar memang masih memproyeksi kenaikan suku bunga 25 basis poin (bp) pada bulan ini tetapi kenaikan tersebut diperkirakan akan menjadi yang terakhir.
Analis dari OANDA, Edward Moya menjelaskan emas dunia bisa melonjak ke kisaran US$ 2.000. Namun, level tersebut baru bisa dicapai jika The Fed memang sudah memastikan tidak akan menaikkan suku bunga.
Syarat lainnya adalah pulihnya ekonomi China. Tiongkok tengah menjadi sorotan karena ekonominya yang melambat. Padahal, China adalah konsumen terbesar emas sehingga akan sangat menentukan harga.
"Permintaan emas dari konsumen dan industri China diproyeksi akan sulit naik dalam jangka pendek sampai ekonomi China benar-benar pulih," tutur Moya, kepada Reuters.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Masih Perkasa, Tapi Kok 6 Sahamnya di RI Loyo?
