Jelang Bursa Karbon, BUMN Merapat ke Panel Surya
Jakarta, CNBC Indonesia - Penerapan standar Energi Baru Terbarukan (EBT) terus digalakkan menyusul pembukaan bursa karbon di Indonesia. Sejumlah langkah pun diambil korporasi, salah satunya kerja sama dengan perusahaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap atau panel surya.
Langkah itu pun dilakukan oleh PLN ICON Plus, anak usaha BUMN PT PLN (Persero) yang baru-baru ini melakukan kerja sama dengan Penyediaan Layanan PLTS Atap dengan SUN Energy. Kerja sama ini merupakan bentuk tindak lanjut dari penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) SUN Energy dengan PLN ICON Plus pada Februari 2023 lalu di acara Indonesia EBTKE Conex 2023 di ICE BSD.
Tak hanya pemasangan sistem energi surya, kerja sama ini juga meliputi pengelolaan manajemen energi, serta pengelolaan dan perdagangan karbon. Kolaborasi ini diharapkan dapat mendorong adopsi energi surya bagi masyarakat Indonesia guna mewujudkan Indonesia rendah emisi karbon.
"Dalam hal ini, SUN Energy akan melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan layanan PLTS Atap kepada calon pelanggan. Sementara itu, PLN Icon Plus akan melakukan pemeriksaan dan pengujian sistem yang telah diinstalasi, serta pendampingan hingga koordinasi kepada pemerintah maupun PT PLN (Persero) dalam proses izin operasi instalasi PLTS Atap tersebut," ujar Dion Jefferson, Deputy CEO SUN Energy menjelaskan melalui keterangan resmi, dikutip Jumat, (14/7/2023).
Sebagai informasi, Sun Energy merupakan perusahaan pengembang sistem energi surya lokal yang telah mengelola sistem PLTS di 35 jenis industri. Di tahun 2023 ini, SUN Energy menambah pelanggan baru dari industri manufaktur elektronik, kertas, jasa transportasi, mebel, oleokimia, fragrance, FMCG, hingga pipa dengan total produksi energi listrik hingga 467.718.987 kWh.
Diketahui, PLTS merupakan salah satu faktor penunjang yang bisa menekan emisi karbon. Hal ini akan berguna bagi perusahaan atau emiten yang nantinya berpartisipasi di bursa karbon.
Sebelumnya, Dewan Komisioner OJK Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi menyebut Pertauran OJK (POJK) terkait bursa karbon dapat terbit bulan ini. Sebelumnya, regulator telah menjanjikan POJK dapat terbit bulan Juni, namun terhambat permasalahan yang sama yakni POJK tersebut belum didiskusikan dengan Komisi XI DPR-RI.
"Terkait DPR komisi XI belum bahas soal POJK [bursa karbon], kita harus positif melihatnya karena komisi XI pun perlu menelaah," ungkap Inarno.
Secara spesifik, bursa karbon diatur berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dalam aturan itu peran OJK juga akan mengawasi implementasi bursa karbon.
Aturan terkait bursa karbon ditunggu oleh banyak pihak, karena dapat merubah lanskap bisnis dan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan. Aturan ini juga dapat menjadi insentif bagi sektor tertentu atau disinsentif bagi yang lain.
Meski demikian potensi ekonomi raksasa diperkirakan dapat diraup jika aturan bursa karbon dapat dijalankan.
(fab/fab)