
HRTA Drop 10% Gegara Kebijakan Baru Ini! Batal Ekspor Rp 4 T?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham emiten manufaktur perhiasan emas PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) ditutup anjlok pada perdagangan Kamis (13/7/2023), seiring dengan larangan impor emas yang diberlakukan di India pada 12 Juli 2023.
Sebelumnya HRTA sempat menanjak setelah disebut-sebut akan mengimpor emas dengan nominal jumbo Rp 4 triliun ke India.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham HRTA turun tajam 10,78% ke Rp414/saham.
Penurunan tersebut terpangkas dari sebelumnya saham HRTA sempat ambles hingga batas auto reject bawah (ARB) ke 14,7% ke Rp396/saham pada pukul 14.10 WIB,
Nilai transaksi mencapai Rp83,69 miliar dan volume perdagangan 203,53 juta saham. Dalam sepekan, saham HRTA turun telah turun 3,27%.
Amandemen mengenai kebijakan impor India sendiri baru saja dirilis 12 Juli 2023 dan berlaku segera dimana perhiasan emas dilarang masuk ke negara dengan konsumsi emas terbesar kedua dunia tersebut.
![]() Emas |
Kebijakan ini keluar setelah dalam beberapa bulan terakhir importir menggunakan kebijakan lama untuk mengimpor perhiasan emas dari Indonesia tanpa membayar pajak impor sama sekali.
"Sebelumnya Indonesia memang bukan merupakan supplier perhiasan emas ke India, namun dalam beberapa bulan terakhir, pengusaha emas mengimpor 3 hingga 4 ton emas dari Indonesia tanpa membayar pajak impor," Ujar pengusaha emas asal Mumbai seperti dikutip dari Reuters.
Pajak impor emas sendiri normalnya berada di angka 15%.
"Banyak pengusaha emas yang menemukan loophole, ini sehingga mereka mencari emas ke Indonesia. Perubahan kebijakan ini tentunya akan menutup loophole tersebut," Tutupnya.
Kabar teranyar soal perseroan, pada 28 Juni 2023, HRTA telah dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) ekspor perhiasan emas antara perseroan dengan Bright Metal Refiners (BMR).
Sebagai informasi, Bright Gold merupakan perusahaan refinery emas dan juga perak yang berlokasi di New Delhi, India. Bright Gold telah bersertifikasi NABL (National Accreditation Board for Testing and Calibration Laboratory) dan BIS (Bureau of Indian Standards) yang memurnikan dan mendaur ulang logam mulia.
Menurut keterbukaan informasi, nilai transaksi tersebut di atas diperkirakan sebesar USD 262,29 juta atau setara dengan Rp3,93 triliun. Dengan demikian, nilai transaksi tersebut lebih dari 20% nilai ekuitas HRTA sehingga nilai transaksi dikategorikan sebagai transaksi material.
"Dampak kejadian, Informasi atau Fakta Material yang diungkapkan oleh perseroan ini memiliki dampak positif terhadap kinerja produksi dan penjualan perseroan," jelas manajemen dalam keterbukaan informasi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat