
Bursa Asia Dibuka Kebakaran Lagi, IHSG Bakal Gimana Hari Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik melanjutkan koreksinya pada perdagangan Jumat (7/7/2023), menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang kembali terkoreksi karena data tenaga kerja terpantau masih cukup kuat.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,37%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,53%, Shanghai Composite China terdepresiasi 0,31%, Straits Times Singapura terpangkas 0,56%, ASX 200 Australia ambruk 1,82%, dan KOSPI Korea Selatan ambles 1,14%.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah terkoreksinya kembali bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Kamis kemarin, karena data tenaga kerja terpantau masih cukup kuat.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,07%, S&P 500 melemah 0,79%, dan Nasdaq Composite berakhir merosot 0,82%.
Bursa kebakaran setelah keluarnya data tenaga kerja AS kemarin. Data pekerjaan yang kuat membuat investor khawatir jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan kembali mengetatkan kebijakan moneter ke depan.
Angka pekerjaan sektor swasta meningkat sebesar 497.000 pada Juni, menurut data dari perusahaan penggajian ADP. Ini menjadi kenaikan bulanan terbesar sejak Juli 2022.
Peningkatan Juni lebih dari dua kali lipat perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 220.000 keuntungan dan jauh lebih baik dari data 267.000 penambahan pekerjaan pada Mei.
Data ADP, yang seringkali tidak dapat diandalkan dan lebih fluktuatif daripada data pekerjaan lainnya, dipublikasikan menjelang laporan gaji resmi Juni pada Jumat waktu AS.
Ekonom yang disurvei Dow Jones mengestimasi, sebanyak 240.000 non-farm payrolls (NFP) ditambahkan pada bulan lalu, melambat dari 339.000 pekerjaan yang ditambahkan pada Mei lalu.
Namun, investor kini tampaknya meramal angka NFP yang lebih 'panas' yang akan membuat The Fed melanjutkan kampanye kenaikan suku bunga bulan ini setelah jeda pada pertemuan Juni.
Investor memperkirakan sekitar 92% kemungkinan kenaikan pada pertemuan bank sentral akhir bulan ini, menurut alat FedWatch CME Group.
Pelaku pasar Wall Street juga masih mencerna risalah hasil pertemuan kebijakan The Fed pada Juni, yang menunjukkan, sebagian besar pejabat akan mendukung lebih banyak kenaikan ke depan.
"Ketua The Fed Powell telah memperjelas, dia benar-benar berkomitmen untuk melihat target [inflasi] 2% ini tercapai, jadi, saya pikir itu cukup berarti, ini adalah soal kapan, bukan jika, sejauh menyangkut kenaikan suku bunga tambahan akhir tahun ini," kata Malcolm Ethridge dari CIC Wealth, dikutip CNBC International, Kamis (6/7/2023).
Di lain sisi, ketegangan antara AS-China masih berlanjut. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen tiba di Beijing, China, pada Kamis sore waktu setempat dengan tujuan menemukan pijakan ekonomi bersama dan membuka saluran komunikasi bilateral di tengah hubungan yang semakin bergejolak antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Bisa dibilang, ini akan menjadi ujian besar pertama dari kebijakan yang Yellen uraikan pada April, yakni soal membela dan mengamankan keamanan nasional AS tanpa berusaha menahan China secara ekonomi.
Kedatangan Yellen datang beberapa hari setelah China memberlakukan pembatasan ekspor dua logam yang sangat penting bagi industri teknologi utama, eskalasi teranyar dalam perang dagang yang meningkat tahun lalu seiring adanya kontrol ekspor AS pada peralatan semikonduktor dan pembuat chip.
AS juga mempertimbangkan pembatasan akses China ke komputasi awan (cloud-computing), menurut Wall Street Journal (WSJ), Senin awal pekan ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
