Harga Minyak Makin Tinggi, Gak Terasa Harganya Udah Segini
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dibuka lebih tinggi pada perdagangan Kamis (6/7/2023) setelah kenaikan nyaris 1% pada perdagangan sebelumnya.
Harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,01% ke posisi US$71,8 per barel, harga minyak mentah brent juga dibuka lebih tinggi 0,07% ke posisi US$76,7 per barel.
Sementara pada perdagangan Rabu (5/7/2023), minyak WTI juga di tutup menguat 0,97% ke posisi US$71,79 per barel sementara minyak brent melesat 0,52% ke posisi US$76,65 per barel.
Harga minyak mulai stabil karena kekhawatiran permintaan China mengimbangi perkiraan pasokan yang lebih ketat.
Harga minyak bergerak sedikit lebih tinggi di awal perdagangan Asia pada hari Kamis karena prospek pasokan yang lebih ketat dengan pengurangan produksi dari Arab Saudi dan Rusia serta penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan diimbangi oleh kekhawatiran pemulihan permintaan yang lamban di China.
"Pengumuman pembatasan pasokan Arab Saudi dan ekspektasi untuk kemungkinan pengurangan lebih lanjut mendukung harga minyak," ucap Tatsufumi Okoshi, ekonom senior di Nomura Securities, dilansir Reuters.
"Tetap saja, sisi atas tampaknya terbatas karena ketidakpastian laju pertumbuhan ekonomi China dan pemulihan permintaan bahan bakar," lanjutnya, memprediksi WTI akan tetap berada di kisaran US$65 hingga US$75 per barel ke depan.
Stok minyak mentah AS turun sekitar 4,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 30 Juni kemarin, sementara persediaan bensin dan sulingan naik, menurut sebuah sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute. Para analis memperkirakan penurunan persediaan minyak mentah sekitar 1 juta barel.
Data pemerintah tentang persediaan AS akan dirilis pada pukul 11:00 siang EDT (1500 GMT) pada hari Kamis.
Pada hari Rabu, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan bahwa kerja sama minyak Rusia dan Saudi masih kuat sebagai bagian dari aliansi OPEC+, yang akan melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk mendukung pasar.
Harga minyak naik tertinggi dalam dua minggu, tetapi turun 10% sepanjang tahun ini sebagian besar karena kekhawatiran permintaan atas lambatnya pemulihan ekonomi China setelah pencabutan pembatasan pandemi, di atas hambatan ekonomi makro global dan kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral.
Prospek permintaan pun masih membebani harga minyak. Aktivitas jasa China berada pada laju paling lambat dalam lima bulan pada bulan Juni, menurut sebuah survei sektor swasta. Melemahnya permintaan membebani momentum pemulihan pasca pandemi.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)