
Untung IHSG Gak Ikutan, Bursa Asia Ditutup Kebakaran

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Rabu (5/7/2023), di mana investor kembali menimbang kondisi geopolitik Amerika Serikat (AS)-China yang kembali memanas.
Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup di zona hijau pada hari ini, dengan penguatan 0,56% ke posisi 6.718,977.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melemah 0,25% ke 33.338,699, Hang Seng Hong Kong ambles 1,57% ke 19.110,381, Shanghai Composite China terkoreksi 0,69% ke 3.222,95, Straits Times Singapura terpangkas 0,57% ke 3.185,38, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,35% ke 7,253.2, dan KOSPI Korea Selatan terjerembab 0,55% menjadi 2.579.
Dari China, aktivitas jasa China berkembang pada laju paling lambat dalam lima bulan terakhir pada Juni 2023. Berdasarkan survei swasta Caixin, aktivitas jasa yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) turun menjadi 53,9, dari sebelumnya pada Mei lalu di angka 57,1.
Meski menurun, tetapi sejatinya PMI jasa China masih berada di zona ekspansi, karena masih berada di atas angka 50. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Pelaku pasar di Asia-Pasifik juga memantau tensi geopolitik AS-China yang juga masih cenderung naik turun.
Hal ini terjadi seiring kedua raksasa dunia tersebut saling berbalas 'serangan' soal industri teknologi semikonduktor.
Kabar teranyar, melansir Wall Street Journal (WSJ) kemarin, China menerapkan pembatasan ekspor pada dua mineral yang menurut AS sangat penting untuk produksi semikonduktor, sistem rudal, dan sel surya. Adapun Mineral yang dimaksud, yakni gallium dan germanium.
Hal ini bisa jadi bentuk pamer 'otot' ala China menjelang pembicaraan ekonomi antara dua negara tersebut.
Berkaitan dengan itu, pernyataan Kementerian Perdagangan China menyebut soal melindungi keamanan dan kepentingan nasional dan mengatakan, beberapa pemberlakuan ekspor di masa depan akan memerlukan tinjauan oleh badan pemerintah tertinggi, yakni Dewan Negara.
Sejurus dengan itu, pemerintahan Biden sedang bersiap untuk membatasi akses perusahaan China ke layanan komputasi awan AS, demikian menurut sumber anomim kepada WSJ, Senin (4/7).
Aturan baru tersebut, jika diterapkan, kemungkinan akan membuat penyedia layanan komputasi cloud AS macam Amazon.com dan Microsoft perlu meminta izin pemerintah AS sebelum mereka menyediakan layanan komputasi awan yang menggunakan chip kecerdasan buatan tingkat lanjut kepada pelanggan China.
Hal ini menjadi sebuah langkah yang, seperti disinggung di atas, dapat memperburuk hubungan antara dua kekuatan ekonomi dunia itu.
Padahal sebelumnya, sudah ada tanda-tanda kecil bahwa hubungan keduanya bakal membaik setelah Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken datang ke China pada pertengahan Juni lalu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
