Kartel OPEC+ Gagal Kerek Harga Minyak, Meski Pangkas Produksi

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
05 July 2023 09:25
Two persons pass the logo of the Organization of the Petroleoum Exporting Countries (OPEC) in front of OPEC's headquarters in Vienna, Austria June 19, 2018.   REUTERS/Leonhard Foeger
Foto: REUTERS/Leonhard Foeger

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dibuka lebih rendah pada pembukaan perdagangan Rabu (5/7/2023) setelah kenaikan 2% pada perdagangan sebelumnya.

Harga minyak mentah WTI dibuka melemah 0,03% ke posisi US$71,08 per barel, harga minyak mentah brent juga dibuka lebih rendah 0,29% ke posisi US$76,03 per barel.

Sementara pada perdagangan Selasa (4/7/2023), minyak WTI di tutup menguat 1,88% ke posisi US$71,1 per barel sementara minyak brent juga naik 2,14% ke posisi US$76,25 per barel.

Harga minyak naik 2% pada hari Selasa karena pasar mempertimbangkan pengurangan pasokan Agustus oleh eksportir utama Arab Saudi dan Rusia terhadap prospek ekonomi global yang lemah.

Arab Saudi pada hari Senin mengatakan akan memperpanjang pengurangan produksi sukarela sebesar 1 juta barel per hari (bpd) hingga Agustus sementara Rusia dan Aljazair secara sukarela menurunkan tingkat produksi dan ekspor bulan Agustus masing-masing sebesar 500.000 bpd dan 20.000 bpd.

Jika diterapkan sepenuhnya, hal tersebut akan menghasilkan pengurangan gabungan sebesar 5,36 juta barel per hari mulai Agustus 2023 bahkan mungkin lebih karena beberapa negara dalam kelompok produsen OPEC+ tidak dapat memenuhi kuota produksi mereka.

Pemotongan total sekarang mencapai lebih dari 5 juta barel per hari, atau 5% dari produksi minyak global.

Meski begitu, pasar akan menunggu untuk memverifikasi pemotongan yang diumumkan Rusia, dan kekhawatiran berlanjut bahwa suku bunga tinggi akan membebani permintaan global.

Benchmark minyak turun sekitar 1% di sesi sebelumnya, karena prospek ekonomi makro yang suram berfungsi untuk menghapus kenaikan awal harga minyak.

Pasar Amerika Serikat (AS) ditutup pada hari Selasa karena libur Hari Kemerdekaan.

Survei bisnis menunjukkan penurunan aktivitas pabrik global karena permintaan yang lesu di China dan Eropa, dan manufaktur AS juga turun lebih jauh pada bulan Juni ke level yang terakhir tercatat pada gelombang pertama pandemi COVID-19.

Ketidakpastian yang lebih luas ini kemungkinan akan membayangi upaya OPEC+ untuk memperketat pasokan.

Bahkan sebelum pengumuman pemotongan terbaru, data Badan Energi Internasional (IEA) menunjukkan pasar minyak akan menunjukkan defisit pasokan sekitar 2 juta barel per hari pada kuartal ketiga dan keempat.

Harga minyak tidak melonjak signifikan karena berita tersebut, sebagian besar karena kekhawatiran permintaan atas pemulihan ekonomi China yang lamban setelah pencabutan pembatasan pandemi. Sementara itu, suku bunga di AS dan Eropa diperkirakan akan naik lebih lanjut untuk mengatasi inflasi yang terus-menerus naik.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Merana Karena Amerika

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular