
Saham Bank Jumbo Ambles, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham perbankan raksasa kompak terkoreksi pada perdagangan sesi II Selasa (4/7/2023), dan turut memberatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berikut pergerakan empat bank raksasa (big four)pada perdagangan sesi II hari ini.
Emiten | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Mandiri | BMRI | 5.250 | -1,87% |
Bank Negara Indonesia | BBNI | 9.100 | -1,36% |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | 5.425 | -0,91% |
Bank Central Asia | BBCA | 9.050 | -0,28% |
Sumber: RTI
Per pukul 15:42, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham bank raksasa yang koreksinya paling besar, yakni ambruk 1,87% ke posisi Rp 5.250/unit. Bahkan, saham BMRI juga memberatkan IHSG sebesar 7,2 indeks poin.
Sedangkan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham bank raksasa yang koreksinya paling rendah yakni 0,28% menjadi Rp 9.050/unit. Saham BBCA juga memberatkan IHSG sebesar 1,7 indeks poin.
Kemarin, saham BBCA menjadi saham yang paling banyak dilego oleh asing, yakni mencapai Rp 327,8 miliar. Namun sisanya diborong oleh asing.
Lesunya empat saham bank raksasa terjadi karena investor cenderung wait and see menanti minutes of meeting bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) pada Kamis pekan ini.
Sebelumnya pada pertemuan edisi Juni lalu, The Fed mengisyaratkan untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi ke depan. Hal ini berdasarkan median proyeksi The Fed yang memperkirakan suku bunga ada di kisaran 5,5-5,75% pada 2023 dari 5-5,25% sebelumnya.
Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan The Fed masih perlu waktu untuk melihat sejauh mana dampak kenaikan suku bunga terhadap ekonomi AS.
The Fed mengatakan mereka membutuhkan waktu hingga enam pekan untuk melihat dampak kebijakan mereka sekaligus melihat perkembangan inflasi ke depan.
Selain menanti minutes of meeting The Fed pada Kamis mendatang, lesunya saham-saham perbankan raksasa RI pada hari ini juga terjadi seiring masih lesunya perekonomian China dan turut mempengaruhi pembiayaan ekspor, terutama ke China.
Lesunya ekonomi China salah satunya terlihat dari data aktivitas manufaktur China yang masih lesu. Kemarin, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Caixin periode Juni 2023 dirilis, di mana hasilnya menunjukkan ada pelandaian meski masih berada di zona ekspansi.
PMI manufaktur China versi Caixin pada Juni 2023 turun menjadi 50,5, dari sebelumnya pada Mei lalu di angka 50,9.
Namun, data PMI manufaktur China versi resmi (NBS) dan swasta (Caixin) cenderung berbeda. Versi NBS, PMI manufaktur masih berada di zona kontraksi dan angkanya cenderung naik pada Juni 2023, yakni menjadi 49, dari sebelumnya di angka 48,8.
Angka tersebut, dikombinasikan dengan survei resmi Jumat pekan lalu yang menunjukkan berlanjutnya penurunan aktivitas manufaktur, menambah bukti bahwa ekonomi China kehilangan momentum pada kuartal kedua karena permintaan melemah.
PMI yang lemah, yang dianggap sebagai indikator ekonomi utama, menunjukkan China masih berjuang untuk mempertahankan pemulihan pascapandemi Covid-19 yang terlihat awal tahun ini. Pemulihan terjadi di tengah penurunan properti yang mengakar, pengangguran kaum muda yang tinggi, dan tekanan deflasi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Bank Raksasa Loyo Cuma BBNI yang Bergairah, Ada Apa?
