Newsletter

Besok Paman Sam Mau Libur, Hari Ini IHSG Santai Dulu Gak?

Putra, CNBC Indonesia
04 July 2023 06:01
HUT Amerika Serikat di Washington D.C.
Foto: HUT Amerika Serikat di Washington D.C. (REUTERS/Eduardo Munoz)

- Dipengaruhi sejumlah sentimen, IHSG dan rupiah berbeda nasib di awal semester II 2023

- Wall Street bergerak beragam menyambut paruh kedua tahun ini, sembari menunggu rilis data ketenagakerjaan.

- Apabila asing terus stabil masuk, pasar saham RI berpotensi kembali bergairah setelah lesu di paruh pertama tahun ini. Yang jelas, rilis data ekonomi makro terdekat tetap menjadi perhatian investor.

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di awal pekan, sedangkan rupiah malah melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

IHSG ditutup menguat pada perdagangan Senin (3/7), yang merupakan perdagangan perdana di semester II-2023.

Hingga akhir perdagangan, IHSG menguat 0,52% ke posisi 6.696,72. Tinggal sedikit lagi IHSG dapat menyentuh kembali level psikologis 6.700.

Secara sektoral, sektor energi menjadi penopang penguatan IHSG terbesar pada hari ini, yakni sebesar 1,27%.

Aliran dana asing masuk dengan nilai pembelian bersih (net buy) Rp194,76 miliar di pasar reguler pada Senin. Dengan ini, asing mencatatkan net buy dalam 3 hari bursa terakhir, setelah sempat membukukan penjualan bersih (net sell) selama Juni.

Tapi memang, secara year to date (YtD), asing mencetak net buy Rp12,22 triliun di pasar reguler.

Namun, investor asing tampaknya masih sembari menimbang-nimbang untuk masuk ke pasar saham RI.

Alasannya beragam, salah satunya soal kontestasi pemilihan presiden dalam Pemilu 2024. Investor tentu membutuhkan sosok capres yang pro-investasi dan mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi RI.

Kalau dilihat, ada beberapa hal yang menguntungkan pasar saham RI saat ini.

Sebut saja, valuasi IHSG yang terbilang murah (rasio P/E 13-14 kali) dibandingkan rerata historis dan pasar Asia, reli saham AS yang sudah tinggi, yang seharusnya bisa menjadi kesempatan aliran dana beralih ke pasar berkembang (EM), termasuk Indonesia, hingga dimulainya rilis kinerja keuangan kuartal II-2023.

IHSG menyusul bursa saham global yang juga cerah pada Senin dan akhir pekan lalu. Di Asia-Pasifik, indeks Nikkei 225 Jepang melejit 1,7%, Hang Seng Hong Kong terbang 2,06%, Shanghai Composite China melesat 1,31%, Straits Times Singapura naik tipis 0,04%, ASX 200 Australia menguat 0,59%, dan KOSPI Korea Selatan melonjak 1,49%.

Bursa AS, Wall Street pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu juga ditutup bergairah.Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,84%, S&P 500 melesat 1,23%, dan Nasdaq Composite berakhir melonjak 1,45%.

IHSG yang menguat terjadi setelah dirilisnya data inflasi pada periode Juni 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi RI pada Juni 2023 sebesar 0,14% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 3,52% secara tahunan (year-on-year/yoy)

"Inflasi terjadi sebesar 0,14%,"kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (3/7/2023)

Konsensus pasar yang dihimpunCNBC Indonesiadari 10 institusi memperkirakan inflasi Juni 2023 akan menembus 0,25%, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 0,09%.

Hasil polling juga memperkirakan inflasi tahunan akan menembus 3,62% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,64%.

Sebagai catatan, inflasi Mei tercatat 0,09% (mtm) dan 3,0% (yoy). Inflasi inti tercatat sebesar 2,66%.

Hal ini menjadi potensi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunganya lebih awal, menurut beberapa ekonom. Inflasi di Asia Tenggara berangsur-angsur mereda sejak mencapai puncaknya September lalu sebesar 6%.

Kebijakan BI yang sudah agresif menaikkan suku bunga lebih awal mencapai 5,75% berdampak pada pengendalian harga lebih awal. BI yang menetapkan target inflasi dikisaran 2%-4% memicu spekulasi bahwa suku bunga akan segera diturunkan.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS mampu kembali di atas level psikologis Rp 15.000/US$ pada hari pertama perdagangan semester II 2023.

Merujuk dataRefinitiv, rupiah di pasar spot ada di posisi Rp 15.020/US$. Rupiah melemah 0,2%. Pelemahan rupiah hari ini mengurangi penguatan sepanjang semester I 2023 yang mencapai 4%.

Rupiah kembali melemah di atas US$15 ribu, padahal akhir semester pertama dapat ditutup di menguat dari level psikologis. Pada perdagangan terakhir sebelum libur hari raya Qurban, Selasa (27/6/2023), rupiah ditutup menguat 0,13% ke posisi Rp 14.990/US$.

Perdagangan hari ini rupiah sempat menyentuh koreksi terdalam hingga Rp15.035/US$, namun mampu ditutup menguat dengan tetap berada di zona merah. Rupiah melemah seiring dengan pengumuman inflasi Juni yang semakin mereda.

Potensi penurunan suku bunga yang akan dilakukan oleh BI menjadikan kekhawatiran pasar. Penurunan suku bunga akan memicu mata uang rupiah semakin tertekan terhadap dolar AS.

Namun, terdapat dampak positif dari potensi pemangkasan suku bunga ke depan yaitu perekonomian akan bergejolak, biaya pinjaman akan lebih murah, sehingga akan memicu permintaan rupiah.

Selain itu, tingginya pertumbuhan ekonomi juga berpotensi mendorong peningkatan minat aset keuangan seperti saham. Hal tersebut mendorong dana asing masuk dan mata uang tetap berpotensi menguat dalam jangka panjang.

Pada pertemuan terakhir, BI mempertahankan suku bunga utama bertahan selama lima kali pertemuan berturut-turut. BI juga memastikan nilai tukar rupiah stabil di tengah ketidakpastian global. MelansirReuters,Radhika Rao, Analis UBS, memproyeksi penurunan suku bunga terjadi di akhir kuartal ketiga.

Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bergerak beragam pada Senin waktu setempat (3/7/2023), memasuki awal paruh kedua tahun ini.

Indeks Dow Jones naik 0,03%, S&P 500 0,12% dan Nasdaq naik 0,21%.

Kenaikan Nasdaq terjadi berkat lonjakan harga saham Tesla hingga 6% setelah produsen kendaraan listrik (EV) itu melaporkan angka pengiriman dan produksi yang mengalahkan ekspektasi analis.

Saham EV lainnya, termasuk Rivian, Fisker dan Lucid, naik bersamaan.

Pasar saham Negeri Paman Sam mengalami kenaikan signifikan selama semester I 2023.

Pada Jumat (30/6) pekan lalu, Nasdaq Composite menutup kenaikan paruh pertama terbesarnya sejak 1983, melonjak 31,7%.

Sedangkan, S&P 500 melonjak 15,9% untuk paruh pertama terbaiknya sejak 2019. Dow Jones Industrial Average tertinggal, hanya naik 3,8% selama periode tersebut.

Lonjakan itu datang seiring antusiasme investor seputar kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mendorong saham teknologi.

Data terbaru menunjukkan ekonomi AS yang tangguh meskipun tingkat yang lebih tinggi juga mengangkat sentimen investor, meredakan beberapa kekhawatiran di Wall Street akan penurunan yang telah lama ditunggu-tunggu.

"Tailwind dari perspektif teknis mungkin berakhir, karena pesimisme secara umum memudar, tetapi ada indikasi yang berkembang bahwa peralihan dari teknis ke fundamental dimungkinkan, dengan data makro dan laba yang menggembirakan," kata Mark Hackett, kepala penelitian investasi Nationwide di catatan pada Jumat, dikutip CNBC International, Senin (3/7).

Investor akan mempelajari data PMI Manufaktur ISM dan IMP Manufaktur Global S&P AS terbaru untuk periode Juni pada Senin pagi waktu setempat menjelang data pekerjaan yang ditunggu-tunggu pada Jumat mendatang.

Hari ini, pasar saham AS tutup pada pukul 1 siang waktu setempat, menjelang hari libur Empat Juli (Fourth of July holiday). Seiring dengan itu, pasar keuangan AS juga akan ditutup pada Selasa.

Saat ini, pelaku pasar masih akan mencerna dan menakar implikasi dari melandainya inflasi terhadap kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan kaitannya dengan aliran modal ke pasar saham.

Inflasi yang rendah bisa membuat investor tidak lagi begitu khawatir terhadap suku bunga.

Dalam rilis pers terbaru, Senin (3/7), BI pun menyebut, inflasi pada Juni 2023 kembali ke kisaran sasaran 3 1%, lebih cepat dari prakiraan semula.

Berdasarkan data BPS, seperti disebut di atas, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Juni 2023 tercatat sebesar 0,14% (mtm) sehingga inflasi IHK secara tahunan menjadi 3,52% (yoy), lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,00% (yoy).

"Kembalinya inflasi ke kisaran sasaran tersebut tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah," jelas pihak BI, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (4/7).

Ke depan, BI juga meyakini inflasi tetap terkendali di dalam sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023.

Namun, ekonom melihat BI masih ogah memangkas suku bunga tahun ini.

Dalam jajak pendapat Reuters yang dilakukan pada 14-19 Juni lalu, hampir dua pertiga dari responden, 15 dari 23, mengatakan, BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di angka 5,75% selama sisa tahun ini. Adapun, 8 ekonom memperkirakan ada pemangkasan suku bunga pada 2023.

Perkembangan ekonomi terbesar kedua dunia, China, juga tak luput dari perhatian investor. Ini karena China adalah salah satu mitra dagang dan investasi utama Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengungkapkan, kontraksi 1% ekonomi China dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3% hingga 0,6%.

Aktivitas pabrik di China mengalami kontraksi 3 bulan berturut pada Juni 2023, sementara aktivitas non-manufaktur berada pada titik paling lemah sejak Beijing memutuskan menghentikan kebijakan ketat nol-Covid di akhir tahun 2022 lalu. 

Data terbaru menunjukkan pemulihan yang tidak merata telah terjadi di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Ini akibat momentum pertumbuhannya melemah.

Data dari Biro Statistik Nasional yang dirilis pada Jumat (30/6/2023) menyebut indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur resmi masuk di level 49,0 pada Juni, dibandingkan dengan 48,8 pada Mei dan 49,2 pada April.

Adapun, PMI manufaktur China versi Caixin/S&P Global, yang dirilis Senin (3/7), turun menjadi 50,5 di Juni dari 50,9 di Mei, kendati masih berada di area ekspansi (>50).

"Banyak data ekonomi baru-baru ini menunjukkan, pemulihan China belum menemukan pijakan yang stabil, karena masalah utama termasuk kurangnya pendorong pertumbuhan internal, permintaan yang lemah, dan prospek yang meredup tetap ada," kata Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, dikutip CNBC International, Senin (3/7).

Menurut catatan BloombergNews, apa yang meresahkan investor adalah tampaknya tidak ada solusi mudah untuk lesunya ekonomi China. Konsumen tidak mau berbelanja, pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi, sementara produsen berjuang karena permintaan melemah di dalam dan luar negeri.

Selain itu, utang pemerintah daerah yang menjulang tinggi dan kelemahan yuan menunjukkan ruang untuk pelonggaran agresif melalui kebijakan moneter dan fiskal tetap terbatas.

 

Untuk memulihkan kepercayaan, investor pun menyerukan peningkatan dukungan fiskal dalam bentuk voucher konsumsi dan keringanan pajak.

Yang tidak kalah pentingnya, bagi investor negeri Tirai Bambu tersebut adalah kebutuhan untuk menghidupkan kembali pasar properti karena pertumbuhan harga rumah kembali melambat.

Pengamat pasar China tengah menunggu langkah-langkah yang lebih berarti untuk diumumkan, termasuk penghapusan pembatasan pembelian di kota-kota tingkat atas.

Para investor mengharapkan katalis dari pertemuan Politbiro pada bulan ini, di mana pembuat keputusan utama yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping diperkirakan akan membahas langkah-langkah baru untuk meningkatkan sektor properti dan konsumsi.

Kabar kunjungan Menteri Keuangan AS Janet Yellen ke Beijing pada 6-9 Juli juga akan mewarnai headline pekan ini.

Yellen menjadi anggota kedua kabinet Joe Biden yang pergi ke ibu kota China dalam beberapa pekan terakhir, seiring dua ekonomi terbesar dunia itu ingin memperbaiki hubungan setelah serentetan ketegangan bilateral.

Kunjungan Yellen akan berlangsung hanya tiga minggu setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengunjungi China, menyoroti upaya pemerintahan Biden untuk memulihkan jalur komunikasi dengan rekan-rekannya di Beijing.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data ekonomi pada hari ini:

- Inflasi Korea Selatan per Juni (06.00 WIB)

- Keputusan suku bunga bank sentral Australia (RBA) (11.30 WIB)

- Neraca dagang Jerman per Mei (13.00 WIB)

- Data pengangguran Spanyol per Juni (14.00 WIB)

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

- Cum dividen ACES

- Cum dividen AXIO

- Cum dividen CAMP

- Cum dividen DPNS

- Cum dividen INDS

- Cum dividen IPCM

- Cum dividen KKGI

- Cum dividen LAJU

- Cum dividen MFMI

- Cum dividen MKPI

- Cum dividen RUIS

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banyak Kabar Buruk, Mari Berdoa Pasar RI Baik-Baik Saja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular