
BI Tahan Lagi Suku Bunga, Saham Menara Bisa Rebound?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21-22 Juni 2023. Keputusan BI tersebut diprediksi dapat menjadi angin segar bagi emiten di sektor Menara telekomunikasi.
Bank sentral nasional untuk kelima kalinya secara beruntun menahan suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap di 5,75% dan sejalan dengan konsensus pasar.
Era kebijakan moneter longgar di dalam negeri yang berakhir pada kuartal III-2022 telah menekan saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga terutama pada industri yang padat modal dan memiliki porsi utang (leverage) tinggi.
Namun menariknya, sejak awal tahun, indeks IDXPROPERTY justru mengalami apresiasi sebesar 2,69% ketika IHSG drop 2,9%. Saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) memipin penguatan dengan apresiasi masing-masing sebesar 23% dan 18% secara year-to-date.
Harga saham properti mulai bangkit ketika bank sentral lebih banyak mengirim sinyal akan menahan laju kenaikan suku bunga acuan. Investor berekspektasi apabila suku bunga acuan tidak mendaki lagi maka permintaan properti, terutama pembiayaan rumah tapak, akan menggeliat.
Ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi menilai bahwa saat ini pasar sudah mengantisipasi kebijakan BI tersebut, apalagi ditambah dengan laju inflasi di dalam negeri yang melandai lebih cepat dari perkiraan.
"Karakteristik pasar itu melihat ke depan (forward looking), saham-saham properti sebelumnya tertekan tapi semua narasi tentang suku bunga di dalam negeri sudah clear dan priced-in jadi dengan valuasi yang sudah murah, maka wajar jika harga naik. Next, ini bisa jadi katalis untuk saham lain dengan karakteristik yang mirip seperti telco & tower misalnya karena padat modal dan memiliki leverage tinggi" ujar Tirta, Jumat (23/6/2023).
Berbeda dengan saham emiten properti yang menunjukkan kinerja positif, emiten menara justru lagging. Harga saham perusahaan penyedia tower telekomunikasi dengan market cap besar masih drop 5% dan bahkan ada yang sampai belasan persen.
Sepanjang tahun 2023 harga saham emiten tower seperti PT Sarana Menara Inftastruktur Tbk (TOWR) terkoreksi 5,5%. Kemudian harga saham PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) tercatat drop 11,7% dan yang paling dalam pelemahannya adalah PT Dayamitra Telekomunkasi Tbk (MTEL) dengan penurunan 16,3%.
Dengan koreksi harga saham tersebut, membuat valuasi saham-saham emiten menara menjadi lebih rendah. Apabila menggunakan pendekatan Enterprise Value terhadap EBITDA (EV/EBITDA) sebagai metode valuasi yang umum digunakan oleh analis untuk industri tower, saham TOWR dengan koreksi paling minim ditransaksikan dengan rasio hampir 11x.
Kemudian saham TBIG ditransaksikan dengan rasio EV/EBITDA nyaris 14x dan terakhir saham MTEL ditransaksikan dengan rasio EV/EBITDA di sekitar 11x.
Rasio EV/EBITDA layaknya Price to Earnings (PER). Semakin tinggi nilainya maka semakin mahal valuasinya. Begitu juga sebaliknya jika semakin rendah maka valuasinya semakin terdiskon. Bahkan jika dibandingkan dengan akhir tahun lalu, rasio EV/EBITDA saham-saham menara juga lebih rendah.
Apabila mengacu pada rasio EV/EBITDA tersebut, maka saham TOWR dan MTEL masih lebih murah dibandingkan dengan TBIG. Lebih lanjut, Tirta juga merekomendasikan saham-saham menara yang memiliki leverage lebih terjaga.
Untuk diketahui, rasio Debt/EBITDA MTEL pada kurtal I-2023 tercatat sebesar 2,15x sedangkan kompetitor lainnya seperti TOWR dan TBIG berada di atas 4x. Bahkan rasio leverage MTEL jauh di bawah kovenan bank untuk Debt/EBITDA di bawah 5x.
Porsi utang atau leverage yang lebih terjaga juga mencerminkan kekuatan neraca MTEL yang juga disorot oleh Fakhrul Arifin analis BCA Sekuritas dalam risetnya.
"Melihat karakteristik industri (menara) yang padat modal, kami meyakini neraca [balance sheet] Mitratel kuat dan sehat dan lebih unggul dibandingkan kompetitor" tulis Fakhrul dalam laporan risetnya.
Sebagai catatan, MTEL juga membukukan kinerja keuangan yang solid dari di kuartal I-2023, EBITDA perseroan tumbuh 21% secara year on year dan mencatatkan pertumbuhan tertinggi dibandingkan TBIG yang cenderung flat dan TOWR yang tumbuh 9% saja.
Fakhrul memberikan rekomendasi BUY untuk saham MTEL dengan target harga di Rp 950/saham yang menunjukkan bahwa saham MTEL saat ini 'salah harga' atau undervalued dan berpotensi memberikan return sebesar 42% jika harga kembali ke valuasi wajarnya.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Industri Menara Masih Menjanjikan, Ini Buktinya