Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Gegara Inflasi Jepang?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Jumat (23/6/2023), di mana investor menimbang rilis data inflasi Jepang yang sudah di atas target bank sentral sekitar setahun.
Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang merosot 0,83%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,43%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,33%, ASX 200 Australia terpangkas 0,73%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,52%.
Sementara untuk pasar saham China pada hari ini masih belum dibuka karena sedang libur Festival Tuen Ng atau Peh Cun, festival mendayung perahu naga.
Dari Jepang, inflasi pada periode Mei 2023 memang terpantau menurun, tetapi masih berada di atas target bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Jepang pada bulan lalu turun menjadi 3,2% (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada April lalu sebesar 3,5% (yoy). Meski turun, tetapi CPI tahunan Jepang masih berada di atas target BoJ yang sebesar 2%.
Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI Negeri Matahari Terbit juga menurun menjadi 0,0%, dari sebelumnya sebesar 0,6% pada April lalu.
Sementara untuk CPI inti, tidak termasuk makanan segar tetapi termasuk barang energi, naik 3,2% (yoy) pada bulan lalu, dari sebelumnya sebesar 3,4% pada April lalu.
CPI inti juga tetap berada di atas target 2% BoJ, di mana hal ini sudah terjadi selama 14 bulan berturut-turut, meragukan pandangannya bahwa inflasi yang didorong oleh biaya baru-baru ini akan terbukti sementara.
Apa yang disebut indeks "inti-inti" yang menghilangkan efek makanan segar dan bahan bakar diawasi ketat oleh BoJ sebagai barometer utama tren harga yang didorong oleh permintaan domestik, naik 4,3% di bulan Mei, percepatan dari kenaikan 4,1% di bulan April dan menandai kenaikan terbesar sejak Juni 1981.
"Salah satu pendorongnya adalah inflasi makanan. Namun, kami tidak berpikir ini merupakan puncak inflasi makanan dulu," kata Darren Tay, ekonom Jepang di Capital Economics, dikutip dari Reuters.
Dengan inflasi yang bertahan di atas targetnya selama satu tahun, pasar memprediksi bahwa BoJ akan segera mulai mengurangi stimulusnya, yang menurut para kritikus mendistorsi pasar dan merugikan keuntungan lembaga keuangan.
Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah variatifnya bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun tipis 0,01%. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berhasil menguat. S&P 500 menguat 0,37% dan Nasdaq melesat 0,95%.
Saham teknologi kembali menjadi 'penyelamat' S&P 500 dan Nasdaq, setelah sebelumnya terkoreksi karena sentimen dari antusiasme terkait teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mulai memudar.
Pasar mulai mengabaikan komentar Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell yang mengharapkan lebih banyak kenaikan suku bunga kedepan karena inflasi masih cukup tinggi dan juga masih cukup jauh dari target yang ditetapkan sebesar 2%.
"Tekanan inflasi terus tinggi dan proses menurunkan inflasi menjadi 2% masih jauh," katanya dalam sambutan yang disiapkan untuk dengar pendapat di depan Komite Jasa Keuangan DPR.
Komentar tersebut muncul setelah kesimpulan dari pertemuan pekan lalu ketika The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, setelah 10 kali kenaikan berturut-turut.
Namun, para pejabat The Fed mengindikasikan ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi di akhir tahun ini.
"Hampir semua peserta FOMC memperkirakan akan tepat untuk menaikkan suku bunga sedikit lebih jauh pada akhir tahun ini," ujar Powell dihadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS Rabu kemarin.
Dengan pernyataan Powell tersebut, pelaku pasar mengharapkan hanya satu kenaikan suku bunga sebesar 25 bp pada Juli mendatang oleh The Fed untuk sisa tahun ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 76,9% The Fed akan mengerek lagi suku bunga acuan sebesar 25 bp pada Juli mendatang. Sedangkan sisanya yakni sebesar 23,1% The Fed akan kembali menahan suku bunga.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)