Lengkap! Penjelasan BI Tahan Suku Bunga Lagi di 5,75%

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 22/06/2023 15:16 WIB
Foto: Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat mengumumkan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juni 2023. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5^ pada rapat dewan gubernur (RDG) BI pada 21-22 Juni 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% konsisten dengan stance kebijakan moneter, untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3% plus minus 1% pada 2023.


Fokus kebijakan, kata Perry akan diarahkan pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi longgar terus dilanjutkan untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya stabilitas sistem keuangan.

"Dalam merumuskan sesuai UU PPSK, kami terus kalibrasi antara tujuan stabilitas dengan pertumbuhan. Optimalisasi stabilitas, yaitu inflasi, nilai tukar, dan transaksi keuangan, serta pertumbuhan ekonomi," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (22/6/2023).

Dari sisi tekanan harga atau inflasi di domestik yang terjadi turun lebih cepat, di mana sudah turun di bawah 4%. Hal ini, kata Perry tak lepas dari sinergi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengendalikan harga-harga kebutuhan pokok di tanah air.

"Bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran Bank Indonesia tersebut terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Perry lagi.

Kendati demikian, BI memperkirakan kebijakan suku bunga bank sentral AS ke depan masih akan tinggi, karena inflasi yang masih jauh dari target 2%. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7% (year on year) dengan risiko perlambatan terutama di AS dan Tiongkok.

Kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar. Sementara itu, di Tiongkok pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

"Pemulihan ekonomi di negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa," jelas Perry.

Kondisi ekonomi di negara maju dan berkembang tersebut mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang.

Perkembangan tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung oleh permintaan domestik dan positifnya kinerja ekspor. Kenaikan konsumsi rumah tangga berlanjut didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi.

"Pertumbuhan ekonomi (Indonesia) 2023 diprakirakan tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%," jelas Perry.


(cap/cap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: "Syarat" Suku Bunga BI Bisa Turun Lebih Cepat Dari The Fed