Mulai 2028, LPS Punya Filter untuk Asuransi Bermasalah
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menargetkan Dewan Komisioner (DK) Penjaminan Polis Asuransi akan ditunjuk maksimal tahun 2027.
Hal itu dengan catatan apabila ada urgensi kebutuhan untuk menjamin imlementasi program penjaminan polis (PPP) pada 2028.
"Paling lambat 2027, kalau dibutuhkan sekali ya kalau udah siap atau dibutuhkan untuk persiapan misalnya persiapanya lama sekali, kita perlu orang yang menangani itu on daily basis," kata Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat ditemui usai melaksanakan diskusi sosialisasi UU P2SK di Jakarta, Selasa, (20/6/2023).
Purbaya mengemukakan, nantinya, anggota dewan komisioner baru itu akan fokus kepada bidang penjaminan polis asuransi. Adapun implementasi Lembaga Penjamin Polis tersebut ditargetkan rampung 2028.
Menurut Purbaya, prosedur pemilihannya akan dimulai dari presiden dan bisa jadi melalui komite pemilihan. Jika sudah, baru akan diajukan ke DPR, untuk kemudian diputuskan.
"Seperti mirip BI dan OJK lah. Jadi di LPS agak berubah sedikit, kalau sebelumnya hanya presiden saja, sekarang presiden ke DPR jadi seperti naik pangkat," ungkap Purbaya.
Namun, sementara menunggu pemilihan tersebut, program penjaminan polis akan dinahkodai oleh pejabat eksekutif. Purbaya berjanji, posisi ini akan terisi sebentar lagi.
Adapun sebagaimana diketahui, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU PPSK) memberikan mandat kepada LPS untuk menjamin polis asuransi. Beleid tersebut memberikan waktu persiapan kepada LPS selama 5 tahun.
Nantinya, dalam penyelenggaraan program penjamin polis (PPP), LPS berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi.
Pasal 84 ayat (2) UU PPSK menyebutkan bahwa pelaksanaan program penjaminan polis dilakukan terhadap polis asuransi yang masih aktif atau belum berakhir, dengan cara pengalihan portofolio polis atau pengembalian hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Selain itu, juga terhadap klaim polis asuransi yang disetujui oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah atau LPS, dengan cara pembayaran klaim penjaminan.
OJK dan LPS sepakat bahwa perusahan asuransi yang akan mengikuti program tersebut adalah perusahaan yang dinyatakan sehat. Oleh karena itu, PPP akan sekaligus menjadi filter bagi nasabah untuk mengetahui asuransi bermasalah.
Melalui program tersebut, harapannya kepercayaan publik terhadap industri asuransi akan bangkit. Sebagaimana diketahui, dalam beberapa waktu terakhir deretan kasus gagal bayar asuransi jiwa menghiasi pemberitaan media massa.
(mkh/mkh)