
Aksi Bank Sentral China Bisa Bikin Rupiah Kembali Berjaya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Akhir pekan lalu pada perdagangan Jumat (16/6/2023) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis 0,07% secara harian menjadi Rp14.930/US$ di pasar spot. Dengan begitu, pergerakan rupiah mampu bertahan menguat sejak awal Juni sebesar -0,37%.
Namun, secara mingguan pergerakan rupiah masih terpantau melemah 0,64% melawan dolar AS. Sentimen pemberat nilai tukar rupiah pekan lalu diwarnai dari global, salah satunya kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang potensi masih lanjut hawkish tahun ini.
Hal tersebut disampaikan dalam FOMC meeting pekan lalu, di mana The Fed merilis dot plot yang menunjukkan suku bunga bisa dinaikkan lagi di sisa tahun ini. Dot plot tersebut menunjukkan suku bunga bisa berada 5,6% atau di rentang 5,5% - 5,75%. Artinya, masih ada kemungkinan kenaikan dua kali lagi masing-masing sebesar 25 basis poin.
Tekanan dari China juga masih terasa akibatnya pertumbuhan ekonomi-nya yang lesu, nampak dari aktivitas impor yang turun dalam tiga bulan beruntun, padahal negara asal Panda ini merupakan tujuan ekspor terbesar komoditas RI.
Surplus neraca dagang RI juga ikut kena dampaknya terlihat dari data periode Mei 2023 yang tercatat turun ke US$ 440 juta, nilai ini merupakan yang terendah sejak Mei 2020, walaupun sudah 37 bulan beruntun tercatat surplus.
Kendati begitu, dalam menanggulangi ekonomi yang lesu Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) diketahui telah memangkas suku bunga seven day reverse repo sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.
Pekan ini pelaku pasar menanti data suku bunga pinjaman China dengan tenor satu tahun dan lima tahun yang akan dipangkas masing-masing 10 basis poin menjadi 3,55% dan 4,2%. Hal tersebut dilakukan guna mendorong ekonomi kembali menggeliat dan aktivitas ekspor-impor lebih lancar. Perekonomian China membaik, Indonesia tentunya akan diuntungkan dan bisa berdampak positif ke rupiah.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) juga meyakini stabilisasi rupiah masih akan terjaga berkat surplus transaksi berjalan dan ekspor yang kuat. Selain itu, aliran dana dari asing masih akan berlanjut sejalan dengan prospek ekonomi yang masih tumbuh positif dengan inflasi yang rendah dan prospek imbal hasil yang menarik.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih dalam tren sideways. Menilai dari posisi harga penutupan akhir pekan lalu juga masih tertahan support terdekat di Rp14.920/US$ yang didapatkan dari rata-rata pergerakan selama 50 jam atau Moving Average 50 (MA50).
Posisi support tersebut bisa menjadi target penguatan rupiah selanjutnya, sementara untuk posisi resistance yang harus diwaspadai pelaku pasar berada di Rp14.955/US$. Pergerakan menguji resistance terdekat artinya potensi rupiah melemah masih bisa berlanjut.
Level tersebut diantisipasi karena kecenderungan harga yang bergerak dalam tren sideways ketika menyentuh support akan berbalik arah menuju resistance.
![]() Pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ajaib! Rupiah Menguat Tajam ke Level Rp 14.800 dalam Sekejap