Ekonomi China Lesu, Rupiah Bisa Kena Imbasnya Nih!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
16 June 2023 08:50
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (USD). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (15/6/2023). Melansir data Refinitiv, rupiah melemah,0,3% menjadi Rp14.940,00/US$ di pasar spot. Pelemahan Rupiah disinyalir akibat pelaku pasar yang tidak puas dengan keputusan the Fed hingga ekonomi China yang nampak lesu.

Pada keputusan FOMC bulan ini, bank sentral AS (The Fed) memang mempertahankan suku bunga untuk pertama kali. Akan tetapi, isyarat menaikkan suku bunga lagi selama dua kali menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar bahwa ketidakpastian tren suku bunga naik masih berlanjut.

Analis memperkirakan kenaikan suku bunga di masa depan dapat mendukung penguatan dolar ke depan, yang dapat membebani aset Asia yang sensitif terhadap risiko. Melansir Reuters, Analis Maybank mencatat, "Ini ... membingungkan mengapa Fed akan bertahan tetapi terlihat agak agresif menaikkan lagi nanti daripada hanya melakukan pergerakan kemarin."

Rupiah yang terbebani kenaikan suku bunga the Fed membuat peluang dolar AS sangat terbuka. Akibatnya, investor asing bisa memilih kembali ke AS untuk membeli dolar.

Sentimen pemberat rupiah juga datang dari ekonomi China yang masih nampak lesu terlihat dari data penjualan ritel China per Mei 2023 tercatat turun menjadi 12,7% secara tahunan (YoY) dibandingkan bulan sebelumnya di 18,4% YoY dan lebih rendah dari ekspektasi pasar yang proyeksi tumbuh 13,6%. Sementara untuk tingkat pengangguran masih bertahan di 5,2% seperti bulan sebelumnya

Hal tersebut penting diperhatikan karena China adalah mitra dagang terbesar Indonesia sehingga perkembangan di sana akan berdampak besar kepada ekonomi Tanah Air. Akibat lesunya ekonomi memaksa Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas suku bunga sebesar 10 basis poin menjadi 1,9%.

Penurunan suku bunga tersebut membuat PBoC menambah likuiditas sebesar 2 miliar yuan (US$ 279,97 juta) ke perekonomian. Pelonggaran kebijakan moneter ini menjadi yang pertama dilakukan PBoC sejak Agustus tahun lalu, dan diperkirakan masih akan ada kelanjutannya.

Tujuannya, membuat perekonomian China kembali menggeliat, sebab belakangan menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Bahkan, beberapa sektor bisa dikatakan cukup parah.

Pemangkasan ini juga bisa menjadi hal positif terhadap negara tetangganya, seperti Indonesia. Peningkatan ekonomi China bisa mendorong aktivitas ekonomi berjalan cepat, sehingga potensi kembali terbuka-nya impor komoditas energi dari Indonesia.

Indonesia sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar dunia dengan China sebagai tujuannya akan mendapat imbas positif dalam jangka pendek dari kebijakan ini. Harga batu bara yang sudah merosot 71% dari titik tertingginya, menjadi US$132 per ton, berpotensi kembali menunjukkan penguatan.

Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, penutupan rupiah kemarin, Kamis (15/6/2023) sudah berada di atas rata-rata pergerakan selama 20 jam atau Moving Average (MA20). Garis MA tersebut bisa menjadi support terdekat di Rp14.930/US$.

Menilai secara tren, pergerakan yang selalu mengikuti garis MA20 menunjukkan tren naik selama beberapa hari yang berarti rupiah melemah.

Target pelemahan rupiah selanjutnya nampak pada resistance terdekat di Rp14.955/US$ yang diambil dari horizontal line pada high 15 Juni 2023. Pada posisi tersebut juga terdapat gap yang potensi ditutup jika harga bisa menyentuh resistance.

Jika resistance tersebut ditembus, pelaku pasar perlu mewaspadai pelemahan rupiah akan berlanjut ke level psikologis di Rp15.000/US$

Pergerakan rupiah terhadap dolar ASFoto: Tradingview
Pergerakan rupiah terhadap dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular