IHSG Jeblok 4,08% Hingga Mei 2023, Lebih Buruk dari 2022
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan pasar modal Indonesia pada kuartal I tahun ini masih belum bergairah. Hingga Mei 2023, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 6.633 atau anjlok 4,08% secara month to date (mtd). Terus melemah dari sebelumnya periode April 2023 menguat 1,62% (mtd) ke level 6.915,72.
Sementara, secara year to date (ytd), atau periode sejak Januari hingga Mei 2023, IHSG melemah sebesar 3,17% (ytd), dengan non-resident membukukan net buy sebesar Rp 20,58 triliun, dari sebelumnya periode April 2023 membukukan net buy sebesar 18,91 triliun (ytd).
Capaian tersebut lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2022 yang sebesar 4,09%, yang mana sempat menyentuh level tertinggi pada 13 September 2023 di level 7.318.
Mengutip data Indonesia's Economic And Capital Market Development, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir IHSG sempat mengalami penurunan 4 kali di tahun 2013, 2015, 2018 dan 2020.
Jika mengacu data tahun 2013, IHSG mengalami kenaikan meskipun cenderung bergerak berfluktuasi. Saat itu pertumbuhan IHSG turun 0,98% karena kebijakan suku bunga The Fed yang menjadi sentimen negatif bagi pasar saham RI. Namun, tahun 2014 berhasil pulih, bahkan IHSG langsung meroket tumbuh 22,29%.
Kemudian, pada tahun 2015, IHSG kembali anjlok 12,13% karena perlambatan ekonomi di China. Hal itu berhasil diperbaiki pada tahun berikutnya dengan mencatat pertumbuhan sebesar 15,32% di tahun 2016 dan di 2017 IHSG terus tumbuh 19,99%.
Pada 2018, pasar saham RI digemparkan dengan isu perdagangan antara Amerika dan China hingva membuat IHSG jatuh 2,54%. Pada tahun 2019 berhasil tetap tumbuh 1,70% meski lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Pada masa pandemi, tahun 2020 lalu IHSG digoyang karena adanya pandemi Covid-19 yang memberikan efek domino pada kinerja perusahaan. Saat itu IHSG anjlok 5,09%. Namun berhasil bangkit pada tahun berikutnya yang sebesar 10,08%. Adapun total nilai kapitalisasi pasar saham pada akhir tahun 2021 tercatat sebesar Rp 8.255,62 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 18,4% (yoy).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, penurunan tersebut disebabkan oleh meningkatnya volatilitas di pasar keuangan akibat sentimen negatif global.
"Pelemahan IHSG didorong pelemahan saham di sektor energi dan basic materials yang sejalan dengan perkembangan harga komoditas," ujarmya dalam konferensi pers secara virtual, dikutip Rabu (7/6).
(rob/ayh)