CNBC Insight

Disinggung Sri Mulyani, Ini Profil Bank Yama Milik Tutut

MFakhriansyah, CNBC Indonesia
13 June 2023 07:05
Sri Mulyani & Tutut Soeharto
Foto: Sri Mulyani & Tutut Soeharto

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Yakin Makmur (Yama) menjadi perbincangan akhir-akhir ini karena terseret dalam pusaran utang-piutang antara Jusuf Hamka dengan pemerintah.

Kronologinya bermula ketika Jusuf Hamka menagih pemerintah atas utang ratusan miliar terhadap perusahaan jalan tol miliknya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). Utang itu diklaim merupakan kesepakatan CMNP dengan pemerintah atas deposito dan giro yang ditempatkan perusahaan di Bank Yama.

Akan tetapi Kementerian Keuangan masih enggan memenuhi permintaan Jusuf dengan Sri Mulyani menyebut perlu adanya penelusuran lanjut terkait afiliasi atau hubungan CMNP dan Bank Yama. Pihak Pemerintah menyebut afiliasi antara CMNP dan Bank Yama menjadi alasan utama tagihan tersebut masih belum dibayarkan. Bahkan pihak Kementerian yang dipimpin oleh Sri Mulyani tersebut malah menuding balik tiga perusahaan dalam naungan Grup Citra (CMNP) memiliki utang ratusan miliar kepada pemerintah dan terjerat skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang mana tuduhan ini dibantah Jusuf Hamka.

Lalu bagaimana sejarah Bank Yama yang masuk pusaran perseteruan utang piutang antara pengusaha tol Jusuf Hamka dan kementerian pimpinan Sri Mulyani?

Bank Yama memang asing di telinga orang masa kini sebab bank ini sebenarnya sudah tiada karena terdampak likuidasi imbas krisis moneter 1997/1998.

Perlu diketahui, bank ini awalnya didirikan oleh Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut, putri pertama Presiden RI Ke-2 Soeharto. Tidak diketahui pasti kapan Tutut mendirikan bank tersebut. Namun, jika melihat pada sejarah perbankan, kemunculan bank swasta baru terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan liberalisasi perbankan pada Oktober 1988 lewat Paket Oktober 1988. 

Terlepas dari tanggal pasti pendiriannya, Bank Yama di masa Orde Baru memiliki perkembangan dinamis sebelum akhirnya carut marut ketika memasuki tahun 1995.

Dalam penjelasan Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group (2016) diketahui pada Oktober 1995 Bank Indonesia memberi sinyal ada masalah di tubuh bank tersebut. BI menyatakan bahwa Bank Yama membutuhkan bantuan teknis dan manajemen dari bank lain guna membenahi manajemen dan operasional. Saat itu, tidak dibocorkan apa masalahnya.

"Namun, setelah kejatuhan Soeharto terungkap bahwa Bank Yama memberikan pinjaman besar kepada stasiun TV milik Tutut sendiri, yakni TPI. Pinjaman cukup besar juga diberikan kepada Chandra Asri, perusahaan petrokimia kontoversial yang melibatkan adiknya, Bambang Trihatmodjo dan dipimpin oleh temannya, pengusaha Prajogo Pangestu," tulis Richard dan Nancy. 

Entah berapa nominalnya, yang pasti setelah terjadi peminjaman itu, Bank Yama dirundung masalah. 

Alhasil, untuk mewujudkan hal ini, tulis Djony Edward dalam BLBI Extraordinary Crime (2010), BI kemudian menunjuk Bank Negara Indonesia sebagai penuntun pembenahan di tubuh Bank Yama. Sayangnya, upaya pertolongan ini sia-sia. Bank Yama tetap terbelit jeratan masalah.

Saat Bank Yama di tepi jurang inilah, Sudono Salim diminta turun tangan untuk menstabilkan bank milik Keluarga Cendana itu tepat pada Mei 1997. Permintaan pertolongan ini, masih mengutip dua penulis sejarah Salim Group itu, "memungkinkan Tutut menghindari malu karena bank sentral bakal menindak banknya." Jadi, sebelum ditutup oleh BI, Tutut segera meminta BCA membantu banknya. 

Sebagai catatan, Salim saat itu adalah pengusaha terkaya di Indonesia yang memiliki Indofood dan bank swasta terbesar, yakni Bank Central Asia (BCA). BCA ini selain dimiliki oleh Salim, dimiliki juga oleh Tutut dengan porsi 30% saham. 

Lewat BCA inilah, tangan dingin Salim mengurusi Bank Yama. 

Kees van Dijk dalam A Country in Despair: Indonesia between 1997 and 2000 (2001) menuliskan setelah itu BCA menyuntikkan dana kepada Bank Yama untuk menyelamatkannya agar tidak ditutup bank sentral. Bahkan, BCA pun berani mengambilalih 25% sahamnya, meski saat itu kondisi keuangannya juga "berdarah-darah". 

Awalnya langkah penyelamatan oleh Salim ini cukup berhasil karena tidak terjadi penarikan uang besar-besaran (rush money) oleh nasabah Bank Yama selama periode krisis. Namun, seiring waktu dan krisis yang kian parah, seluruh upaya itu tidak berhasil. Dana yang dikeluarkan BCA seperti hanya untuk menutupi lubang-lubang saja.

Hingga akhirnya, 10 bulan setelah kejatuhan Soeharto, tepat pada 13 Maret 1999, pemerintah memutuskan menutup Bank Yama, satu dari 37 bank swasta nasional yang juga bernasib sama karena dianggap berkinerja buruk. 

Penutupan inilah yang kemudian menjadi polemik di masa kini oleh Jusuf Hamka. Klaim Jusuf Hamka, sebelum ditutup pemerintah CMNP sebetulnya memiliki deposito di Bank Yama, tetapi perusahaannya tidak mendapatkan ganti atas depositonya oleh pemerintah. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kronologi Jusuf Hamka Tagih Utang Rp 179 Miliar ke Negara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular