
IHSG Loyo Banget, Ternyata Ini Penyebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tipis 0,01% ke level 6665,92 pada penutupan sesi I perdagangan siang ini, Jumat (9/6/23). Hari ini, sentimen pasar utama masih diselimuti oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi.
Terdapat 239 saham yang menguat, 235 saham melemah dan 238 saham tidak bergerak. Hingga istirahat siang, sekitar 11,7 miliar saham terlibat yang berpindah tangan sebanyak 704 ribu kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp. 4,8 triliun.
Berdasarkan catatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv enam dari total sektor menguat. Sektor Energi menjadi yang paling atas, naik hampir 0,5%. Adapun saham yang paling memberatkan IHSG siang ini yakni saham milik PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. sebesar 9,2 indeks poin.
Perhatian pasar masih tertuju pada kebijakan suku bunga The Fed yang diyakini tetap akan dipertahankan pada pertemuan mendatang. Meskipun inflasi di Amerika Serikat masih tinggi, tetapi penurunan inflasi yang terjadi selama 10 bulan berturut-turut memberikan indikasi bahwa kebijakan moneter The Fed akan tetap stabil.
Para ekonom yang disurvei oleh Reuters juga memperkirakan The Fed tidak akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 13-14 Juni, sehingga pasar finansial dunia dapat mengamankan posisinya. Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, probabilitas suku bunga The Fed naik hanya sebesar 20%, sementara sisanya yakin suku bunga akan tetap berada pada kisaran 5% - 5,25%.
Meskipun kondisi ekonomi Amerika Serikat dan Eropa masih mengalami tekanan, IHSG tetap stabil. Kondisi ini menjadikan IHSG sebagai salah satu indeks saham yang menarik bagi investor. Pertumbuhan upah yang stabil di Indonesia, yang naik sebesar 5,3% secara tahunan pada bulan Mei, juga memberikan dorongan positif.
Dalam beberapa laporan terbaru, Bank Dunia memperingatkan tentang kondisi perekonomian global yang masih genting. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju dan tekanan inflasi yang belum mereda menjadi faktor utama yang menyebabkan kehati-hatian investor.
Meskipun begitu, proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2023 masih lebih tinggi daripada tahun 2022, dengan perkiraan 2,1%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi global baru diperkirakan mencapai 3% pada tahun 2025. Meskipun masih ada tantangan yang harus dihadapi, tetapi ada harapan bahwa kondisi ekonomi global akan membaik seiring berjalannya waktu.
Pada catatan terpisah, kondisi ekonomi China masih menjadi perhatian investor. Inflasi yang rendah dan pelemahan perdagangan menjadi tanda tanya besar bagi pemulihan ekonomi negara tersebut. Ekspor China mengalami penurunan sebesar 7,5% secara tahunan pada bulan Mei, sementara impor turun sebesar 4,5%. Hal ini menunjukkan permintaan global yang melemah di tengah tekanan suku bunga yang masih tinggi.
Meskipun kondisi ekonomi global masih belum stabil, IHSG tetap berhasil menjaga stabilitasnya. Sentimen positif dari dalam negeri, proyeksi suku bunga The Fed yang stabil, dan pertumbuhan upah yang meningkat di Indonesia telah memberikan kepercayaan kepada investor. Dalam beberapa bulan mendatang, perhatian masih akan tertuju pada kebijakan moneter global dan perkembangan ekonomi China yang dapat mempengaruhi IHSG.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(Muhammad Azwar/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat