
IHSG Mulai Bergairah Lagi, 6 Saham Ini Pendorongnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau menguat pada perdagangan sesi II Kamis (8/6/2023), di mana pergerakan IHSG masih cenderung volatil.
Per pukul 14:48 WIB, IHSG naik 0,18% ke posisi 6.631,96. IHSG masih bertahan di zona psikologis 6.600 pada perdagangan sesi II hari ini.
Secara sektoral, sektor energi menjadi penopang penguatan IHSG terbesar pada sesi II hari ini, yakni sebesar 0,96%.
Selain itu, beberapa saham turut membantu IHSG sehingga kembali menguat setelah sempat ditutup cenderung stagnan pada akhir perdagangan sesi I hari ini.
Berikut saham-saham yang menopang IHSG di sesi II hari ini.
Emiten | Kode Saham | Indeks Poin | Harga Terakhir | Perubahan Harga |
Bank Rakyat Indonesia | BBRI | 3,03 | 5.450 | 0,93% |
Sumber Alfaria Trijaya | AMRT | 2,90 | 2.730 | 1,87% |
Bank Jago | ARTO | 2,55 | 2.920 | 11,03% |
Bank Central Asia | BBCA | 1,72 | 9.125 | 0,27% |
United Tractors | UNTR | 1,08 | 23.200 | 1,53% |
Bayan Resources | BYAN | 0,95 | 13.475 | 0,56% |
Sumber: Refinitiv & RTI
Saham emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua di bursa yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penopang terbesar IHSG pada sesi II hari ini, yakni sebesar 3 indeks poin.
Tak hanya saham BBRI, saham perbankan paling 'jumbo' yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga membantu IHSG menguat yakni sebesar 1,7 indeks poin.
Selain dua saham bank raksasa, juga terdapat dua saham raksasa batu bara yang menopang IHSG pada sesi II hari ini, yakni saham PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar 1,1 indeks poin dan saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) sebesar 0,9 indeks poin.
Suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) masih menjadi sorotan utama yang mempengaruhi pasar Indonesia hari ini. Pasca-inflasi yang masih tinggi, pelaku pasar cenderung pesimis bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan mendatang.
Hal ini dapat berdampak negatif terhadap pergerakan IHSG di pasar modal Indonesia.
Sementara itu, ekonomi AS masih menghadapi tekanan dengan tingginya tingkat inflasi. Meskipun pasar tenaga kerja AS masih kuat dan prospek gaji yang kompetitif, tingginya inflasi mengindikasikan adanya risiko resesi yang tinggi.
Inflasi AS pada April lalu tercatat sebesar 4,9%, yang masih di bawah target penurunan inflasi The Fed sebesar 2%. Hal ini membuat The Fed tetap waspada dan belum puas dengan penurunan inflasi saat ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed hanya sebesar 20%, sehingga sebagian besar pelaku pasar yakin bahwa suku bunga akan tetap berada pada kisaran 5% - 5,25%.
Akan tetapi, jika The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia dapat mengalami ketidakstabilan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asing Borong Big Cap, IHSG Mendadak Hijau di Detik Terakhir
