IHSG Sesi I Masih Males Gerak, Cuma Naik 0,05 Poin
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) nyaris tidak berubah, hanya bertambah 0,05 poin alias tetap 0% pada penutupan sesi I perdagangan siang ini, Kamis (8/6/23). Ketidakpastian Suku Bunga The Fed dan Perlambatan Ekonomi China masih menjadi sorotan utama hari ini.
Terdapat 264 saham yang menguat, 236 saham melemah dan 220 saham tidak bergerak. Hingga istirahat siang, sekitar 10,5 miliar saham terlibat dan berpindah tangan sebanyak 772 ribu kali. Selain itu, nilai perdagangan tercatat mencapai Rp. 5 triliun.
Berdasarkan catatan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv setengah dari total sektor menguat. Sektor Kesehatan menjadi yang paling atas, naik 0,72% sebaliknya sektor Utilitas menjadi yang paling bawah turun 1,86%.
Adapun saham penopang IHSG paling besar siang ini berdasarkan bobot indeks poinnya adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. sebesar 3,05 indeks poin. Sementara, saham yang paling memberatkan IHSG yaitu PT Astra International Tbk. sebesar 3,48 indeks poin.
Suku bunga The Fed masih menjadi sorotan utama yang mempengaruhi pasar Indonesia hari ini. Pasca-inflasi yang masih tinggi, pelaku pasar cenderung pesimis bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan mendatang.
Hal ini dapat berdampak negatif terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia.
Sementara itu, ekonomi AS masih menghadapi tekanan dengan tingginya tingkat inflasi. Meskipun pasar tenaga kerja AS masih kuat dan prospek gaji yang kompetitif, tingginya inflasi mengindikasikan adanya risiko resesi yang tinggi.
Inflasi AS pada bulan April 2023 tercatat sebesar 4,9%, yang masih di bawah target penurunan inflasi The Fed sebesar 2%. Hal ini membuat The Fed tetap waspada dan belum puas dengan penurunan inflasi saat ini.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar memperkirakan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed hanya sebesar 20%, sehingga sebagian besar pelaku pasar yakin bahwa suku bunga akan tetap berada pada kisaran 5% - 5,25%. Akan tetapi, jika The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia dapat mengalami ketidakstabilan.
Tidak hanya masalah suku bunga di AS, perlambatan ekonomi China juga menjadi perhatian para pelaku pasar. Data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi China setelah pencabutan kebijakan lockdown pascapandemi Covid-19 masih belum sepenuhnya pulih.
Terutama, aktivitas pabrik yang masih rendah dapat berdampak negatif terhadap ekonomi China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Penurunan indeks Purchasing Managers' Index (PMI) China menjadi peringatan bagi perdagangan luar negeri Indonesia. Pada bulan Mei, ekspor China turun 7,5% secara year-on-year (YoY), sementara impor turun 4,5%.
Kinerja ekspor yang buruk dan penurunan impor mencerminkan permintaan yang lemah untuk barang-barang China, yang dapat berdampak pada ekspor dan impor Indonesia.
Dalam menghadapi ketidakpastian suku bunga The Fed dan perlambatan ekonomi China, pasar modal Indonesia berpotensi melemah. Investor diharapkan untuk tetap waspada dan mempertimbangkan risiko-risiko yang ada dalam membuat keputusan investasi.
IHSG diprediksi akan menghadapi tekanan dalam waktu dekat, terutama jika terjadi perubahan kebijakan suku bunga The Fed dan terus berlanjutnya perlambatan ekonomi China.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
(mkh/mkh)