Investor Masih Tunggu Data Ekonomi Penting, IHSG Dibuka Merah
Jakarta, CNBC Indonesia-Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (8/6/23) dibuka di zona merah turun 0,10% menjadi 6.612.88 Hari ini, sentimen pasar utama masih diselimuti oleh implikasi atas pengumuman sejumlah data ekonomi.
Pada pukul 09.03, IHSG masih melemah 0,11% ke level 6.612,14. Perdagangan menunjukkan terdapat 192 saham naik, 136 saham turun sementara 203 lainnya mendatar.
Perdagangan juga mencatatkan sebanyak 698 juta saham terlibat dengan nilai perdagangan baru mencapai Rp 397 miliar.
Suku bunga The Fed masih saja menjadi topik utama yang dicermati pasar. Inflasi yang masih mendarah daging membuat pelaku pasar pesimis bahwa The Fed bakal menurunkan suku bunganya pada pertemuan mendatang.
Ekonomi AS masih saja mengalami tekanan. Setelah lolos dari default alias gagal bayar, Negeri Paman Sam dihadapkan dengan inflasi tinggi. Kondisi pasar tenaga kerja AS yang masih kuat dengan prospek gaji yang kompetitif.
Namun, gaji yang kompetitif tentu berhubungan dengan daya beli masyarakat yang akan tetap terjaga, ini juga menjadi indikasi bahwa ekonomi AS masih cukup bertahan di tengah risiko resesi yang tinggi.
Dari sisi inflasi Amerika Serikat (AS) pada April 2023 tercatat sebesar 4,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) atau berada di bawah ekspektasi. Indeks harga konsumen itu pun menjadi yang terendah sejak April 2021.
Perlu diketahui inflasi AS telah turun 10 bulan berturut-turut sejak mencapai 9,1% pada Juni 2022. Namun tetap saja penurunan inflasi saat ini sepertinya belum membuat puas hati The Fed karena target penurunan inflasi adalah 2%. Tentu saja, angka ini masih jauh dari target.
Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat probabilitas suku bunga bunga dinaikkan hanya 20%, sisanya yakin akan tetap sebesar 5% - 5,25%. Sehingga jika The Fed kembali menaikkan suku bunga, pasar finansial dunia tentunya bisa gonjang-ganjing lagi.
Bukan hanya dari AS, China juga ikut membuat pusing para pelaku pasar pasalnya data ekonomi yang rilis baru-baru ini nyatanya tak menunjukan pemulihan utuh pasca pencabutan kebijakan lockdown pasca Covid-19 yang membuat ekonomi Negeri Tirai Bambu ini tertekan.
Sebagaimana diketahui, aktivitas pabrik China setelah 'mati suri' akibat pandemi Covid-19 kenyataannya belum mampu membuat produktivitas cepat pulih.
Ini menjadi lampu kuning bagi ekonomi China sebab manufaktur berkontribusi 33% terhadap pertumbuhan ekonomi China. Perlambatan ekonomi China ini harus diwaspadai oleh Indonesia.
Penurunan PMI China menjadi alarm bagi perdagangan luar negeri Indonesia, mengingat Negeri Tirai Bambu ini merupakan mitra dagang utama.
Pada Rabu (7/6/2023) data bea cukai melaporkan ekspor China turun 7,5% pada Mei secara year-on-year (yoy), sementara impor turun 4,5%. Angka ini di luar jajak pendapat ekonom yang di survei Reuters yang memperkirakan ekspor menyusut 0,4% dan impor turun 8%.
Kinerja ekspor yang buruk mencerminkan permintaan yang lemah untuk barang-barang Cina seperti halnya kinerja impor yang lemah karena Cina membawa suku cadang dan bahan dari luar negeri untuk merakit produk jadi untuk ekspor.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
(fsd/fsd)