Market Commentary

IHSG Lemes Lagi, 4 Saham Ini Biang Keladinya

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Rabu, 31/05/2023 10:20 WIB
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah pada perdagangan sesi I Rabu (31/5/2023), terbebani oleh saham batu bara yang terpantau berjatuhan.

Per pukul 10:02 WIB, IHSG melemah 0,45% ke posisi 6.606,29. IHSG masih bertahan di level psikologis 6.600.

Secara sektoral, sektor energi kembali membebani IHSG pada sesi I hari ini, yakni sebesar 3,44%.


Beberapa saham menjadi pemberat IHSG pada hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi pemberat IHSG pada hari ini.

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Bayan ResourcesBYAN-19,7015.100-6,07%
GoTo Gojek TokopediaGOTO-7,67107-1,83%
Adaro Energy IndonesiaADRO-1,332.070-1,90%
Merdeka Copper GoldMDKA-1,152.920-1,35%

Sumber: Refinitiv & RTI

Saham raksasa batu bara yakni PT Bayan Resources Tbk (BYAN) menjadi pemberat terbesar IHSG pada sesi I hari ini, yakni mencapai 19,7 indeks poin.

Tak hanya BYAN, saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga turut membebani IHSG pada sesi I hari ini, yakni sebesar 1,3 indeks poin.

Lesunya saham-saham batu bara terjadi karena masih lesunya harga batu bara acuan dunia dan isu dunia yang terus memerangi climate change atau perubahan iklim.

Harga batu bara jatuh ke level terendah dalam hampir dua tahun terakhir. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga batu bara kontrak dua bulan atau Juli di pasar ICE Newcastle ditutup ambruk 3,43% di posisi US$ 132,6 per ton.

Harga penutupan kemarin adalah yang terendah sejak 7 Juli 2021 atau 34 bulan terakhir atau hampir dua tahun. Bila dihitung sejak awal tahun maka harga batu bara sudah ambles 66%.

Selain itu, perkembangan isu climate change dan konversi energi menjadi EBT juga dapat membebani saham-saham batu bara.

Sementara itu, data aktivitas manufaktur China yang masih berkontraksi juga menjadi sentimen negatif pada hari ini.

Berdasarkan data dari NBS, manufaktur China yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) periode Mei 2023 turun menjadi 48,8, dari sebelumnya di angka 49,2 pada April lalu. Hal ini menandakan bahwa aktivitas manufaktur China telah melambat dua bulan beruntun.

Aktivitas manufaktur memiliki titik tengah di 50, di bawah angka tersebut yakni zona kontraksi. Sedangkan di atas level 50 adalah level ekspansi.

Hal ini tentunya menjadi sentimen negatif karena China adalah mitra dagang utama Indonesia. Sehingga jika aktivitas manufaktur China lesu akan berpengaruh terhadap ekspor dan impor barang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

market@cnbcindonesia.com

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Mengancam, Saham Ini Bisa Jadi Sumber Cuan Darurat