Penuh Kewaspadaan, Rupiah Bergerak Tipis-Tipis Saja!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Senin, 29/05/2023 09:28 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah belum banyak bergerak melawan dolar Amerika Serikat pada awal perdagangan Senin (29/5/2023). Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar menanti dua hal penting pekan ini, masalah utang Amerika Serikat dan sektor manufaktur China.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.950/US$, setelahnya melemah tipis 0,07% ke Rp 14.960/US$ pada pukul 9:03 WIB.

Masalah pagu utang Amerika Serikat akan menjadi perhatian utama, sebab semakin dekat dengan hari "X". Sebelumnya hari di mana Amerika Serikat akan kehabisan uang untuk membayar bunga dan pokok utang tersebut diperkirakan paling cepat pada 1 Juni, tetapi kini mundur menjadi 5 Juni.


Meski demikian, kesepakatan kenaikan pagu utang harus tetap segera dicapai, untuk menghindari "kebangkrutan" atau default (gagal bayar). Tidak hanya gagal bayar utang, kegagalan mencapai kesepakatan kenaikan pagu utang juga membuat operasional pemerintah terhenti (shutdown) yang dapat berdampak buruk bagi perekonomian AS dan dunia.

Selain itu, meski kesepakatan misalnya pada akhirnya tercapai, tetapi semakin dekat dengan hari "X", perekonomian Amerika Serikat juga akan mendapat masalah. "Malapetaka" ekonomi tersebut sudah dipetakan oleh Council of Economic Adviser (CEA) yang membagi menjadi tiga kemungkinan.

Pertama, ketika tidak terjadi default, tetapi nyaris. Dampaknya juga cukup buruk, akan ada Pemutusan Hubungan Kerja Massal (PHK) sebanyak 200 ribu orang pada kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) terpangkas 0,3% dan tingkat pengangguran naik 0,1%.

Kedua, ketika terjadi default tapi hanya sebentar. PHK bisa mencapai 500 ribu orang, PDB terpangkas 0,6% dan tingkat pengangguran naik 0,3%.

Ketiga, default berlarut-larut. Ini yang paling parah, PHK bisa mencapai 8.3 juta orang pada kuartal III-2023, kemudian PDB mengalami kontraksi hingga 6,1%, dan tingkat pengangguran naik 5%.

Tidak hanya itu default yang berlarut-larut akan memberikan dampak yang lebih panjang. Berdasarkan proyeksi CEA, PHK massal bisa terjadi hingga kuartal I-2024, dan totalnya bisa mencapai 17 juta orang.

Kabar baiknya, Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR dari Partai Republik Kevin McCarthy sepakat untuk menaikkan pagu utang pemerintah.

Meski begitu, menurut McCarthy, sebagaimana dilansir Reuters, negosiasi itu disebut masih belum diputuskan secara final.

"Saya baru saja menutup panggilan telepon dengan presiden (Joe Biden) beberapa waktu lalu. Setelah dia membuang-buang waktu dan menolak untuk bernegosiasi selama berbulan-bulan, kami telah mencapai kesepakatan prinsip yang layak untuk Amerika," kata dia dikutip Minggu (28/5/2023).

Selain itu, perhatian tertuju ke China yang akan merilis data aktivitas sektor manufaktur. Sebelumnya, sektor manufaktur kembali mengalami kontraksi, kembali memicu kekhawatiran akan risiko melambatnya ekonomi China.

Dampaknya bisa cukup besar bagi Indonesia, sebab China merupakan pasar ekspor terbesar. Ketika perekonomianya melambat maka permintaan komoditas dari Indonesia akan menurun, surplus neraca perdagangan bisa menyusut dan berdampak ke pasokan valuta asing di dalam negeri. Rupiah pun menjadi lebih rentang terkoreksi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

research@cnbcindonesia.com


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS