Cuma Nikkei yang Hijau, Bursa Asia Ditutup Kebakaran
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis (25/5/2023), di tengah kekhawatiran pasar atas negosiasi plafon utang Amerika Serikat (AS) yang mengalami kebuntuan.
Hanya Indeks Nikkei 225 Jepang yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni menguat 0,39% ke posisi 30.801,1.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ambruk 1,93% ke 18.746,92, Shanghai Composite China turun 0,11% ke 3.201,26, Straits Times Singapura melemah 0,2% ke 3.207,72, ASX 200 Australia ambles 1,05% ke 7,138.2, KOSPI Korea Selatan terkoreksi 0,5% ke 2.554,69, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,62% menjadi 6.704,23.
Dari Korea Selatan, bank sentral (Bank of Korea/BoK) kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 3,5%, di mana suku bunga BoK telah dipertahankan selama tiga bulan beruntun.
Keputusan itu sejalan dengan ekspektasi pasar dalam survei oleh Reuters yang memperkirakan BoK akan kembali mempertahankan suku bunga acuannya.
Gubernur BoK, Rhee Chang-yong pada awal bulan ini mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk membahas penurunan suku bunga, mengutip tingkat inflasi di negara yang masih di atas target BoK sebesar 2%.
Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik sebagian besar terkoreksi di tengah kekhawatiran investor atas negosiasi plafon utang AS yang mengalami kebuntuan dan masih beragamnya sikap pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terkait kebijakan suku bunga.
Drama kebuntuan yang terjadi antara Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dan Ketua DPR AS, Kevin McCarthy dalam mencapai kesepakatan plafon utang masih menjadi fokus perhatian. Waktu yang semakin sempit untuk menghindari gagal bayar (default) menambah tekanan dalam negosiasi tersebut.
Ketidaksepakatan antara pihak Biden dan McCarthy, terutama terkait pemangkasan pengeluaran yang diminta oleh Partai Republik, menjadi masalah kunci dalam negosiasi. Pemerintah AS harus melakukan penghematan sebelum kenaikan plafon utang direstui, menurut pihak McCarthy. Namun, permintaan penghematan tersebut dianggap terlalu ekstrim oleh Presiden Biden.
Dampak dari kebuntuan dalam negosiasi plafon utang AS dapat menyebabkan ketidakpastian ekonomi global, termasuk Indonesia. Jika AS mengalami gagal bayar, ekonomi dunia akan terpengaruh secara luas.
Pesanan untuk pabrik China yang menjual barang elektronik ke AS bisa menyusut, investor akan menderita kerugian, dan perusahaan-perusahaan di negara lain mungkin tidak dapat lagi menggunakan dolar sebagai mata uang alternatif.
Selain soal pagu utang, investor merespons dari risalah rapat FOMC The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Risalah rapat tersebut menunjukkan bahwa para pejabat The Fed masih memiliki pandangan yang berbeda mengenai suku bunga. Pejabat The Fed masih terbelah antara yang menginginkan kenaikan suku bunga secara perlahan dan yang 'ngotot' menaikkan suku bunga secara agresif.
Sejumlah pejabat The Fed 'ngotot' menginginkan kenaikan karena mereka melihat inflasi masih panas. Risalah tersebut akhirnya menghilangkan kalimat "tambahan kenaikan yang lebih tegas mungkin dibutuhkan".
The Fed lebih memilih untuk mempertimbangkan data baru untuk menentukan apakah kenaikan suku bunga akan berlanjut.
"Partisipan secara umum tidak yakin melihat seberapa ketat kebijakan yang dibutuhkan dan yang pantas," tulis risalah FOMC.
The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 500 basis poin (bp) menjadi 5,0-5,25% sejak Maret tahun lalu.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/mkh)