Newsletter

Waspada! Belum Ada Solusi Soal Pagu Utang Amerika

Putra, CNBC Indonesia
24 May 2023 06:00
US-PRESIDENT-BIDEN-MEETS-WITH-SPEAKER-MCCARTHY-AS-DEBT-CEILING-N
Foto: Getty Images via AFP/DREW ANGERER

Hari ini, pelaku pasar masih akan mencermati kelanjutan negosiasi plafon utang yang berlangsung alot.

Mengutip Reuters, Presiden Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy pada Senin tidak dapat mencapai kesepakatan tentang cara menaikkan plafon utang pemerintah AS sebesar $31,4 triliun seiring tenggat waktu agar tidak default makin dekat.

Tetapi keduanya berjanji untuk terus berdiskusi.

Presiden dari Partai Demokrat dan anggota Kongres dari Partai Republik tersebut sejauh ini berjuang untuk membuat kesepakatan, seiring McCarthy menekan Gedung Putih untuk menyetujui pemotongan anggaran Federal yang dianggap Biden "ekstrem", dan sang presiden mendorong pajak baru yang ditolak oleh Partai Republik.

Namun, kedua belah pihak menekankan perlunya menghindari default dengan kesepakatan bipartisan setelah pertemuan Senin malam waktu AS, dan mengisyaratkan bahwa mereka akan berbicara dalam beberapa hari mendatang.

Menurut sumber yang mengetahui situasi tersebut, para negosiator Gedung Putih kembali ke Capitol Hill pada Senin malam untuk melanjutkan pembicaraan.

"Kami menegaskan sekali lagi bahwa default tidak dapat terjadi dan satu-satunya cara untuk bergerak maju adalah dengan itikad baik menuju kesepakatan bipartisan," kata Biden dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan, yang disebutnya "produktif."

McCarthy mengatakan kepada wartawan setelah lebih dari satu jam pembicaraan dengan Biden bahwa negosiator "akan berkumpul, bekerja sepanjang malam" untuk mencoba menemukan titik temu.

"Saya yakin kita masih bisa sampai di sana," kata McCarthy.

McCarthy bilang, dia tidak mau mempertimbangkan rencana Biden untuk memotong defisit dengan menaikkan pajak atas orang kaya dan menutup celah pajak untuk industri minyak dan farmasi dan berfokus pada pengurangan pengeluaran dalam anggaran federal 2024.

Demokrat dan Republik memiliki waktu hingga 1 Juni untuk meningkatkan batas pinjaman pemerintah atau harus menghadapi gagal bayar utang yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menurut para ekonom dapat menyebabkan resesi.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Senin mengingatkan tentang betapa sedikit waktu yang tersisa.

Yellen mengatakan, perkiraan tanggal gagal bayar paling awal tetap pada 1 Juni dan bahwa "sangat mungkin" Departemen Keuangan tidak lagi dapat membayar semua kewajiban pemerintah pada awal Juni jika plafon utang tidak dinaikkan.

Dampak AS Gagal Bayar

Bila gagal bayar, hal itu dikhawatirkan akan memicu gangguan ekonomi besar-besaran di AS dan kemungkinan besar di seluruh dunia. Penyebabnya adalah borrowing cost atau biaya pembiayaan serta suku bunga pinjaman akan meningkat cukup tajam. Ini dapat berimplikasi pada perbankan global, termasuk Indonesia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada imbas positif dan negatif. Buntut bila AS gagal bayar utang adalah masyarakat atau investor akan mencari aset-aset yang lebih aman. Alhasil bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) harus kembali meningkatkan suku bunga acuan.

Dia menyebut, dalam situasi ini, kemungkinan suku bunga AS akan naik 50-75 basis poin (bps)."Dan itu implikasinya cukup serius juga, ya. Bayangkan kalau misalnya suku bunga di Indonesia naik sampai 75 basis poin lagi. Sementara dua tahun terakhir sudah terjadi kenaikan suku bunga yang cukup agresif. Nah, itu imbasnya nanti ya, siapa yang akan minjem uang di perbankan kalau bunganya terlalu tinggi?" ujar Bhima saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Dalam situasi itu, penyaluran kredit perbankan akan terhambat. Kemudian, rasio risiko kredit bermasalah juga terancam naik.

Selain itu, efek sistemik lainnya, bank yang deposannya mengandalkan aliran investasi luar negeri akan terancam kekeringan likuiditas. Semua aset di luar negeri pun akan mengalami lonjakan bunga untuk mempertahankan agar investor tidak lari ke tempat lain.

Efeknya juga akan berimplikasi kepada surat utang yang diterbitkan oleh perbankan dan juga bunga deposito itu juga akan disesuaikan. Sementara itu, borrowing cost seperti yang dijelaskan sebelumnya akan lebih mahal.

Bhima mengatakan, dampak lain adalah mungkin akan lebih parah dari subprime mortgage crisis tahun 2007-2010 di Amerika yang menyebabkan gagal bayar sistemik di perbankan pada tahun 2008. Sebagaimana diketahui, hal itu juga memicu krisis ekonomi global 2007-2008.

Sementara itu, Kiswoyo Adi Joe, Head of Investment PT Reswaya Gian Investa memandang bahwa gagal bayar AS tidak akan berdampak pada industri perbankan Indonesia. Ia menilai gagal bayar sudah menjadi 'rutinitas tahunan' di negeri Paman Sam itu.

"Jadi, harusnya kita nggak kaget. Perbankan kita di sini sehat semunya," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (23/5/2023).

Ia merujuk pada margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) bank-bank di Indonesia yang tinggi. Menurut catatan LPS, NIM perbankan di akhir 2022 mencapai 4,68%.

Dengan tingkat NIM yang tinggi, lantas kata Kiswoyo, keuntungan bank juga besar.

Di samping itu, ia menyebut rasio kecukupan modal (CAR) perbankan Indonesia juga tinggi, melebihi standar internasional basel III, yakni 8%. Menurut BI, CAR perbankan di Indonesia mencapai 25,88% pada Januari 2023.

Selain pemberitaan besar di atas, sejumlah data makro ekonomi juga akan dirilis, mulai dari stok minyak mentah, inflasi Inggris per April, hingga pidato Gubernur bank sentral Inggris Bank of England (BOE).

Dari dalam negeri, pelaku pasar RI juga menunggu hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) sejumlah emiten dan memburu dividen beberapa emiten di kala cum date yang jatuh pada hari ini.

(trp/trp)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular