
Bos The Fed Keluarkan Kata Sakti, Rupiah Siap "Ngamuk" Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang pekan lalu merosot 1,2% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.920/US$. Mata Uang Garuda sudah kini sudah melemah selama tiga pekan beruntun.
Namun, pada pekan ini rupiah berpeluang berbalik arah setelah ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell mengatakan suku bunga tidak akan setinggi perkiraan pasar.
"Kebijakan stabilitas keuangan membantu menenangkan kondisi perbankan. Di sisi lain, perkembangan sektor perbankan berkotribusi pada kondisi kredit yang lebih ketat dan cenderung membebani pertumbuhan ekonomi, perekrutan tenaga kerja dan inflasi," kata Powell yang berbicara pada konferensi moneter di Washington, sebagaimana dikutip CNBC International, Jumat (19/5/2023).
"Hasilnya, suku bunga kemungkinan tidak perlu naik setinggi yang seharusnya dilakukan untuk mencapai target kami," tambah Powell.
Meski demikian, ia menegaskan langkah ke depannya masih dipenuhi ketidakpastian. Indeks dolar AS yang sebelumnya sangat kuat berbalik turun 0,37% pada Jumat lalu, dan berlanjut pada 0,13% perdagangan Senin (22/5/2023).
Setelah Powell mengungkapkan kemungkinan suku bunga tidak lebih tinggi lagi, perhatian kini tertuju ke rilis notula rapat kebijakan moneter The Fed pada Kamis dini hari nanti. Notula tersebut akan memberikan gambaran lebih mendalam mengenai suasana rapat kebijakan moneter awal bulan ini.
Seberapa besar kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga pada bulan depan, atau malah lebih besar peluang dipertahankan bisa tergambar dari notula tersebut.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter di hari yang sama. Melihat kondisi saat ini, dengan nilai tukar rupiah yang masih cukup kuat jika dilihat dari awal tahun, BI masih akan mempertahankan suku bunganya.
Secara teknikal, pelemahan rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih ditahan rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50). Dengan demikian, rupiah masih berada di bawah MA 50, 100 dan 200.
Mata Uang Garuda juga masih berada jauh di bawah Rp 15.090/US$ yang bisa menjadi kunci pergerakan rupiah ke depannya.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian kini sudah masuk wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic yang mulai masuk overbought membuka peluang penguatan rupiah.
Resisten terdekat berada di kisaran ke Rp 14.940/US$ - Rp 14.950/US$. Selama bertahan di bawah level tersebut, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.850/US$.
Pada pekan ini, rupiah punya potensi menguat hingga ke Rp 14.760/US$ - Rp 14.730/US$.
Sementara jika resisten ditembus, rupiah berisiko melemah dan menguji level psikologis Rp 15.000/US$. Penembusan ke atas level tersebut akan membawa rupiah menuju level kunci Rp 15.090/US$ - Rp 15.100/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tutup Kuartal I-2023, Rupiah Siap Jebol Rp 15.000/US$!
