
Sempat Hijau, IHSG Sesi II Masih Rawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan minim pada penutupan perdagangan sesi I Rabu (17/5/23). IHSG ditutup menguat sangat tipis 0,01% menjadi 6.677,14 secara harian.
Meski menguat, sebanyak 328 saham melemah, 191 tidak berubah dan hanya 195 saham yang menguat. Tak hanya itu, hingga istirahat siang, nilai transaksi mencapai sekitar Rp. 6,16 triliun dengan melibatkan 22,39 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 779 ribu kali.
Selain itu, berdasarkan data yang dihimpun dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv, mayoritas sektor mengalami penurunan adalah energi yang membebani dengan penurunan hampir 1%. Bahkan dua pemberat utama (laggard) IHSG siang ini berasal dari saham-saham emiten energi-batubara.
Saham milik PT Adaro Energy Indonesia Tbk yang turun 3,37% membebani indeks sebesar 2,97 indeks poin serta PT Bumi Resources Tbk sebesar 1,64 indeks poin. Selain itu mayoritas saham-saham emiten batubara juga turun. Misalnya PT Indo Tambangraya Tbk (-4,27%), PT Bukit Asam Tbk (2,97%), PT Indika Energy Tbk (1,98%) dan PT Bayan Resources Tbk (0,39%).
Hal ini tidak terlepas dari pelemahan harga batu bara. Pada perdagangan Selasa kemarin, harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup melemah 0,65% di posisi US$ 161,45 per ton.
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif harga batu bara yang juga melemah pada hari sebelumnya. Masih melemahnya harga batubara disebabkan oleh melandainya permintaan, terutama dari Eropa.
Dilansir dari Bloomberg, harga batu bara di pelabuhan ARA (Amsterdam, Rotterdam, Antwerp) jatuh ke posisi US$ 98-ton pada Selasa kemarin. Harga tersebut adalah yang terendah sejak 2021.
Harga Selasa kemarin juga berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu dimana harga batu bara terbang ke posisi US$ 459,8 per ton.
Di lain sisi, kabar dari meningkatnya ekspor batu bara RI belum dapat menggairahkan saham-saham batu bara pada sesi I hari ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor batu bara Indonesia pada Januari-April 2023 menembus 121,36 juta ton atau meningkat 2,51% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy) yakni 103,19 juta ton.
Sebagai catatan, Indonesia sempat melarang ekspor batu bara pada Januari 2022 untuk mengamankan pasokan dalam negeri untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Secara nilai, ekspor batu bara menyentuh US$ 13,43 miliar. Bila dihitung ke rupiah maka nilainya mencapai Rp 198,97 triliun (kurs US$1=Rp 14.815) atau hampir Rp200 triliun pada empat bulan pertama 2023. Nilai tersebut meningkat 10,73% dibandingkan pada Januari-April 2022.
Secara volume, India merupakan pemborong terbesar. Namun, jika dinilai dari nilai ekspor, China menjadi yang terbesar karena kadar kalori batubara yang dijual lebih tinggi.
China membeli 28,57 juta ton pada Januari-April 2023 dengan nilai menembus US$ 2,74 miliar. Sementara itu India memborong 34,43 juta ton batu bara dengan nilai US$ 2,72 miliar.
Dari sisi nilai, tempat ketiga adalah Jepang yang membeli batu bara Indonesia senilai US$ 2,22 miliar disusul dengan Filipina dengan nilai US$ 1,34 miliar.
Dari sisi volume, urutan kedua adalah Filipina yang membeli batubara sebanyak 11,08 juta ton disusul dengan Korea Selatan dengan volume 10,06 juta ton.
Analisis Teknikal
IHSG dianalisis berdasarkan periode waktu 1 jam (hourly) menggunakan moving average (MA) dan pivot point Fibonacci untuk mencari resistance dan support terdekat.
Pada sesi I, IHSG masih belum mampu menembus resistance berupa MA 20 (6.691). Namun, IHSG masih tertahan di atas di support terdekat di kisaran 6.667-6.659.
Pergerakan IHSG juga dilihat dengan indikator teknikal lainnya, yakni Relative Strength Index (RSI) yang mengukur momentum.
RSI merupakan indikator momentum yang membandingkan antara besaran kenaikan dan penurunan harga terkini dalam suatu periode waktu.
Indikator RSI berfungsi untuk mendeteksi kondisi jenuh beli (overbought) di atas level 70-80 dan jenuh jual (oversold) di bawah level 30-20. Dalam grafik 1 jam, posisi RSI turun ke 40,62.
Sementara, dilihat dari indikator lainnya, Moving Average Convergence Divergence (MACD), grafik MACD berada di atas garis sinyal, seiring memberi sinyal pembalikan golden cross.
Pada sesi II, IHSG berpotensi kembali bergerak volatil dan akan menguji resistance terdekat 6.691 sebelum menentukan arah selanjutnya. Apabila gagal, IHSG akan menguji kembali support terdekat di 6.667-6.659.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research, divisi penelitian CNBC Indonesia. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau aset sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat