Duh, Kemarin Cerah, Bursa Asia Hari Ini Gak Kompak Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik ditutup beragam pada perdagangan Selasa (16/5/2023), di mana investor mencerna rilis beberapa data ekonomi China yang meleset dari ekspektasi.
Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,73% ke posisi 29.843, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,04% ke 19.978,25, dan KOSPI Korea Selatan juga naik tipis 0,04% menjadi 2.480,24.
Sementara itu untuk indeks Shanghai Composite China ditutup melemah 0,6% ke 3.290,99, Straits Times Singapura turun tipis 0,02% ke 3.214,04, ASX 200 Australia terkoreksi 0,45% ke 7,234.7, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,52% menjadi 6.676,56.
Dari China, beberapa data ekonomi yang dirilis pada hari ini untuk periode April terpantau meleset dari ekspektasi karena ekonomi terus menunjukkan jalur pemulihan yang tidak merata sebagai dampak dari pembatasan Covid-19 yang ketat.
Data penjualan ritel China pada bulan lalu hanya tumbuh 18,4%, meleset dari ekspektasi pasar sebesar 21%. Namun, penjualan ritel China pada bulan lalu sudah jauh lebih baik dari Maret lalu yang tumbuh 10,6%.
Sedangkan data produksi industri juga meleset dari ekspektasi yakni tumbuh hanya tumbuh 5,6%. Namun juga lebih baik dari Maret lalu yang sebesar 3,9%.
Sementara data tingkat pengangguran justru sedikit lebih baik dari ekspektasi dan periode Maret lalu. Tingkat pengangguran China pada bulan lalu turun sedikit menjadi 5,2%, dari sebelumnya sebesar 5,3% pada Maret lalu.
Di lain sisi, sikap pasar di kawasan Asia-Pasifik cenderung bervariasi merespons sentimen global selain dari kawasan tersebut pada hari ini.
Sentimen terkait plafon utang Amerika Serikat (AS) memang tengah menjadi perhatian, tetapi beberapa negara memilih untuk tidak terlalu memperdulikannya.
AS kemungkinan akan melakukan kesepakatan untuk menaikkan batas utang AS karena batas waktu semakin dekat.
Presiden AS, Joe Biden mengatakan selama akhir pekan lalu berharap untuk bertemu dengan para pemimpin Kongres pada Selasa hari ini dan tetap optimis untuk menyetujui kesepakatan untuk menaikkan batas pinjaman negara sebesar US$ 31,4 triliun.
Kebuntuan selama berbulan-bulan di Washington telah menambah kekhawatiran ekonomi global, karena laporan kongres non-partisan yang baru mengutip "risiko signifikan" dari gagal bayar (default) bersejarah dalam dua minggu pertama pada Juni mendatang.
Di lain sisi, investor juga akan menanti komentar dari para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sepanjang pekan ini.
Data ekonomi yang melambat telah meningkatkan ekspektasi pasar bahwa The Fed berpotensi menghentikan siklus kenaikan suku bunga karena The Fed mencoba untuk menekan inflasi yang tinggi. Namun, hal ini bukan berarti The Fed menjadi sangat dovish.
Pada Senin kemarin, beberapa pejabat The Fed mengharapkan suku bunga tetap tinggi, bertentangan dengan ekspektasi pasar yang mengharapkan suku bunga dapat menurun sebelum akhir tahun.
Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic menjadi pejabat yang masih bernada hawkish,di mana dia tidak mengharapkan penurunan suku bunga di tahun ini karena inflasi belum turun secepat yang diyakini para pelaku pasar dan tentunya masih jauh dari target 2%.
Setelah Bostic, investor akan menanti komentar dari Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee, Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari dan Gubernur Dewan The Fed Lisa Cook pada hari ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/mkh)