Kinerja IHSG 10 Tahun Terakhir, di 4 Tahun Ini Jeblok

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Senin, 15/05/2023 10:20 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan pasar modal Indonesia cenderung melambat. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga April 2023 di level 6.915 dengan mencatat pertumbuhan sebesar 0,95%.

Capaian tersebut lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2022 yang sebesar 4,09%, yang mana sempat menyentuh level tertinggi pada 13 September 2023 di level 7.318.

Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir IHSG sempat mengalami penurunan 4 kali di tahun 2013, 2015, 2018 dan 2020. Jika mengacu data tahun 2013, IHSG mengalami kenaikan meskipun cenderung bergerak berfluktuasi. Saat itu pertumbuhan IHSG turun 0,98% karena kebijakan suku bunga The Fed yang menjadi sentimen negatif bagi pasar saham RI. Namun, tahun 2014 berhasil pulih, bahkan IHSG langsung meroket tumbuh 22,29%.


Kemudian, pada tahun 2015, IHSG kembali anjlok 12,13% karena perlambatan ekonomi di China. Hal itu berhasil diperbaiki pada tahun berikutnya dengan mencatat pertumbuhan sebesar 15,32% di tahun 2016 dan di 2017 IHSG terus tumbuh 19,99%.

Pada 2018, pasar saham RI digemparkan dengan isu perdagangan antara Amerika dan China hingva membuat IHSG jatuh 2,54%. Pada tahun 2019 berhasil tetap tumbuh 1,70% meski lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Pada masa pandemi, tahun 2020 lalu IHSG digoyang karena adanya pandemi Covid-19 yang memberikan efek domino pada kinerja perusahaan. Saat itu IHSG anjlok 5,09%. Namun berhasil bangkit pada tahun berikutnya yang sebesar 10,08%. Adapun total nilai kapitalisasi pasar saham pada akhir tahun 2021 tercatat sebesar Rp 8.255,62 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 18,4% (yoy).

Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan normalisasi jam perdagangan saham per 3 April 2023 setelah dihantam pandemi. Namun, dampak dari kebijakan tersebut dinilai belum terasa lantaran rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) tercatat sebesar Rp 8,45 triliun.

Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik mengatakan, kebijakan tersebut memang belum berdampak langsung pada pertumbuhan RNTH. Pasalnya, berdasarkan studi yang telah dilakukan sebelum melakukan normalisasi jam perdagangan tersebut, menunjukkan transaksi tinggi terjadi di awal dan akhir perdagangan.

"Karena studi kita sebelum normalisasi kalu pola perilaku investor memang akan tinggi di awal perdagangan dan akhir. Membentuk U. Normalisasi itu bukan tujuan utamanya untuk RNTH," ujarnya di Restoran Batik Kuring Jakarta, Senin (3/4).

Jeffrey menjabarkan, dalam meningkatkan transaksi investor di pasar modal, BEI telah melakukan diskusi serta literasi baik ke investor lokal, institusi, maupun asing.

"Banyak hal yang kita lakukan dari seluruh segmen ritel kita atau investor institusi kita mauoun asing. Instutusi tetap kita lakukan diskusi, investor ritel edukasi, inklusi, dan aktivasi untuk ketiga kelompok itu," jelasnya.

Jeffrey mengatakan lebih jauh, untuk meningkatkan investor institusi, pihaknya melakukan pendekatan berbeda terkait dengan pandangan para investor terhadap perekonomian tahun ini.

Sementara pendekatan untuk investor asing, BEI telah beberapa kali melakukan roadshow dan diskusi di bursa regional, sekaligus mencari produk yang dikembangkan untuk meningkatkan transaksi di pasar modal.

"Sehingga aktivitas transaksi lokal maupun asing meningkat. Tentunya investor ritel salah satunya berinvestagsi secara rasional. Sehingga investasi yang dilakukan adalah yang baik," imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dalam upaya meningkatkan RNTH juga berdasarkan dari sisi suplai dan demand. Dalam pemenuhan sisi suplai, BEI melakukan sosialisasi ke daerah-daerah untuk merekomendasikan perusaahan melantai di hursa.

"Ketemu di daerah meyakinkan bursa tempat yang tepat untuk naik kelas dengan berbagai pihak," pungkasnya.


(rob/ayh)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Saat Perang Berkobar, Saham & Investasi Mana Yang Bisa Cuan?