Bursa Asia Dibuka Memerah Lagi, Kecuali Nikkei-Hang Seng

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
12 May 2023 08:39
Investors look at computer screens showing stock information at a brokerage house in Shanghai, China September 7, 2018. REUTERS/Aly Song
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Jumat (12/5/2023), setelah Amerika Serikat (AS) mencatatkan lebih banyak data yang menunjukkan inflasi makin mereda meski untuk mencapai target 2% masih cukup jauh.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang menguat 0,78% dan Hang Seng Hong Kong bertambah 0,26%.

Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China melemah 0,21%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,67%, ASX 200 Australia turun tipis 0,06%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,55%.

Inflasi China yang terbilang rendah masih akan menjadi perhatian pasar di Asia-Pasifik pada hari ini dan mereka khawatir bahwa negara raksasa ekonomi kedua di dunia ini bisa mengalami "lost decade" atau "dasawarsa yang hilang" seperti Jepang 30 tahun yang lalu.

Sebelumnya kemarin, data dari pemerintah China menunjukkan inflasi pada bulan lalu turun ke 0,1% (year-on-year/yoy), dibandingkan periode sebelumnya yang masih tumbuh 0,7% (yoy) dan ekspektasi pasar pada survei Reuters di 0,4% (yoy).

Rendahnya inflasi terjadi meski bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) memangkas suku bunganya dan menyuntikkan likuiditas ke perekonomian.

Inflasi tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat, sebaliknya inflasi yang rendah bisa berarti daya beli masyarakat lemah atau masyarakat enggan berbelanja dan memilih saving. Sehingga, tingkat inflasi yang tepat, bisa merupakan indikator kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

Masyarakat China lebih memilih untuk menahan belanja. Artinya, masyarakat China masih belum optimistis terhadap kondisi perekonomian.

Bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah masih cenderung lesunya bursa saham AS, Wall Street kemarin, meski inflasi terus melandai.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,66% dan S&P 500 turun 0,17%. Namun untuk indeks Nasdaq Composite berakhir naik 0,18%.

Beberapa data ekonomi yang dirilis kemarin mempengaruhi pergerakan kiblat bursa saham dunia ini. Indeks harga produsen (IHP) dilaporkan tumbuh 0,2% pada April dari bulan sebelumnya. Rilis tersebut lebih rendah dari ekspektasi Dow Jones sebesar 0,3%.

Secara tahunan (year-on-year/yoy), IHP Negeri Paman Sam tumbuh 4,9%, juga lebih rendah dari ekspektasi.

Selain itu klaim tunjangan pengangguran bertambah sebanyak 246.000 orang dalam sepekan yang berakhir 6 Mei, bertambah 22.000 orang dari pekan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sejak akhir Oktober 2021.

"Wall Street tidak terkejut dengan data inflasi produsen dan klaim tunjangan pengangguran. Indeks harga produsen diperkirakan terus menurun setelah rantai pasokan mulai normal kembali, sementara kenaikan tingkat pengangguran menunjukkan bukti pasar tenaga kerja mulai melemah," kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda, sebagaimana dilansir CNBC International.

Meski data-data terbaru kembali meredupkan ekspektasi kenaikan suku bunga pada bulan depan, Wall Street masih belum mampu menguat.

Likuiditas di Amerika Serikat memang terus mengetat setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga hingga 500 basis poin (bp) menjadi 5% - 5,25%.

Seperti diketahui, semakin ketat likuiditas maka semakin kurang mendukung bursa saham.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular