Saham Teknologi Loyo dan Bebani IHSG Hari Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten teknologi secara mayoritas melemah pada perdagangan sesi II Kamis (11/5/2023) dan beberapa saham teknologi turut membebani Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Per pukul 15:30 WIB, dari sembilan saham teknologi, hanya satu saham yang menguat dan satu saham yang cenderung stagnan.
Berikut pergerakan saham emiten teknologi pada perdagangan sesi II hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Wir Asia | WIRG | 138 | -2,13% |
Elang Mahkota Teknologi | EMTK | 710 | -2,07% |
Metrodata Electronics | MTDL | 565 | -0,88% |
Bukalapak.com | BUKA | 228 | -0,87% |
Bank Jago | ARTO | 2.320 | -0,85% |
GoTo Gojek Tokopedia | GOTO | 117 | -0,85% |
Global Digital Niaga | BELI | 456 | -0,44% |
Trimegah Karya Pratama | UVCR | 102 | 0,00% |
Digital Mediatama Maxima | DMMX | 705 | 0,71% |
Sumber: RTI
Saham emiten teknologi metaverse yakni PT WIR Asia Tbk (WIRG) memimpin koreksi saham teknologi pada sesi II hari ini, yakni ambles 2,13% ke posisi harga Rp 138/saham.
Sedangkan untuk saham teknologi big cap seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) terkoreksi 0,85% ke Rp 117/saham. Padahal pada perdagangan kemarin, saham GOTO sempat melonjak lebih dari 8%.
Sektor teknologi menjadi salah satu sektor yang membebani IHSG pada hari ini, setelah sektor energi. Sektor teknologi membebani IHSG sebesar 1,09%.
Pergerakan saham sektor teknologi di Indonesia dalam beberapa hari terakhir memang cenderung volatil. Selama kondisi global belum menentu, maka pergerakan saham teknologi sulit untuk diprediksi.
Sentimen global pada hari ini cenderung bervariasi, di mana dari Amerika Serikat (AS), sentimen pasar cenderung positif, namun dari China cenderung kurang menggembirakan.
Dari AS, pada kemarin malam waktu Indonesia, data inflasi AS periode April 2023 resmi dirilis.
Hasilnya, inflasi Negeri Paman Sam pada bulan lalu melandai ke 4,9% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih baik dibandingkan periode sebelumnya dan ekspektasi pasar yang proyeksi tetap bertahan di 5% (yoy).
Sedangkan untuk inflasi inti AS tetap bertahan di 5,5% (yoy), sama seperti bulan sebelumnya. Data inflasi yang melandai bisa menjadi pertimbangan The Fed agar tidak terlalu agresif di pertemuan FOMC mendatang.
Namun dari China, data inflasinya terus menurun. Inflasi China pada bulan lalu turun ke 0,1% (yoy), dibandingkan periode sebelumnya yang masih tumbuh 0,7% (yoy) dan ekspektasi pasar di 0,4% (yoy).
Bahkan, secara bulanan China mengalami deflasi -0,1%. Ini menjadi perhatian yang cukup serius sebab China merupakan pasar ekspor terbesar bagi Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
market@cnbcindonesia.com
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)