
Harga Minyak Mentah Dunia Kembali Cerah, Akan Bertahan Lama?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kembali menanjak pada awal perdagangan Senin (8/5/2023) setelah ambruk pekan kemarin.
Harga minyak mentah WTI menguat hingga 0,80% ke posisi US$71,91 per barel sementara harga minyak mentah brent juga dibuka menguat hingga 0,07% ke posisi US$75,42 per barel.
Pekan lalu minyak brent jatuh 5,3% sementara WTI ambruk 7,1% sepekan. Penurunan tersebut adalah yang terbesar dalam tiga pekan terakhir.
Harga minyak jatuh karena kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) serta kekhawatiran bahwa krisis perbankan AS.
Kedua faktor bisa memperlambat ekonomi dan melemahkan permintaan bahan bakar. AS merupakan negara importir minyak terbesar di dunia dengan perkiraan sebesar 7,9 juta barel per hari.
"Minyak sedang mencoba membalikkan tren penurunan harga baru-baru ini yang dipicu oleh suku bunga yang lebih tinggi dan kekhawatiran resesi sebagian besar di sektor perbankan," ucap Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Harga emas sebenarnya masih kuat secara fundamental tetapi faktor kapanikan pasar membuat harganya jatuh.
"Harga minyak jatuh bukan karena faktor fundamental tetapi lebih karena dipicu oleh kekhawatiran akan terjadinya resesi dan krisis perbankan AS." Tutur analis minyak dari PVM Stephen Brennock, dikutip dari Reuters.
Analis Commerzbank memperkirakan harga minyak akan naik dalam beberapa minggu mendatang. Pasalnya, [asar saham yang kerap bergerak beriringan dengan harga minyak juga naik.
Data tenaga kerja AS juga masih kuat yang mencerminkan masih kuatnya permintaan. Data tenaga kerja non-farm payrolls ternyata lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar.
Jumlah tambahan tenaga kerja pada non-farm payrolls mencapai 253.000 pada April 2023 sementara ekspektasi pasar hanya 180.000.
Di Cina, bagaimanapun, aktivitas pabrik berkontraksi secara tak terduga pada bulan April karena pesanan turun dan permintaan domestik yang buruk menyeret sektor manufaktur.
Namun, ekspektasi potensi pengurangan pasokan pada pertemuan kelompok produsen OPEC+ berikutnya pada bulan Juni bisa menopang harga, ucap Kelvin Wong, seorang analis pasar senior di OANDA.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Dunia Merana Karena Amerika