
Harga Emas Rekor, China-Singapura Borong 35 Ton Emas!

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga emas masih melambung tinggi. Lonjakan harga emas dipicu oleh kegaduhan di Amerika Serikat (AS) serta masih tingginya permintaan emas dari bank-bank sentral di dunia.
Pada perdagangan Kamis (4/5/2023), harga emas ditutup di posisi US$ 2.051,05 per troy ons. Harganya menguat 0,6%. Penguatan ini memperpanjang kinerja cemerlang sang logam mulia yang menguat sebesar 3,48% dalam tiga hari beruntun.
Harga penutupan kemarin juga menjadi yang tertinggi ketiga dalam sejarah.
Data Refinitiv menunjukkan, harga penutupan tertinggi yang pernah dicatat emas adalah US$ 2.063,19 per troy ons pada 6 Agustus 2020. Rekor tertinggi kedua adalah pada 8 Maret 2022 yakni US$ 2.052,41 per troy ons.
Harga emas melonjak drastis sejak Rabu (3/5/2023) begitu bank sentral AS mengumumkan kebijakan moneternya.
Harga emas di pasar spot bahkan menyentuh level tertinggi pada Kamis pagi kemarin yakni US$ 2.071,19 per troy ons.
Level US$ 2.070 adalah yang tertinggi dalam 06:10 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.048,79 per troy ons. Harganya melandai 0,11%.
"Ada pengalihan investasi ke aset aman yang membuat emas naik dan menembus US$ 2.0000 bahkan rekor," tutur analis dari RJO Futures Bob Haberkorn, dikutip dari Reuters.
Harga emas masih sangat tinggi karena bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan akan segera menahan suku bunga.
The Fed memang mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Rabu kemarin menjadi 5,0-5,25%. Namun, kenaikan tersebut diyakini menjadi yang terakhir.
Dengan tidak adanya kenaikan maka dolar AS diharapkan akan melemah dan yield surat utang pemerintah AS akan melandai.
Kondisi tersebut akan menguntungkan emas karena dolar semakin terjangkau untuk investasi.
Di sisi lain, emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan yield hanya merugikan emas.
Harga emas juga ditopang oleh meningkatnya kekhawatiran pasar mengenai krisis perbankan di AS dan prahara plafon utang pemerintah AS.
Krisis perbankan AS memakan korban baru yakni First Republic Bank. Bank tersebut disita dan dijual sebagian besar operasinya kepada JPMorgan Chase, bank terbesar di AS.
Sebelumnya, tiga bank juga kolaps yakni Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank.
Pemerintah AS juga masih menghadapi prahara plafon utang mereka. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS bakal gagal membayar utang (default) pada 1 Juni mendatang.