
Reformasi KUR Disebut Percepat Graduasi UMKM Naik Kelas

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Bisnis Mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Supari menyebut program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu mendorong formalisasi kelompok masyarakat unbanked dan underbanked kepada akses pendanaan. Sehingga, program ini menjadi jawaban dari terbatasnya akses terhadap lembaga keuangan formal yang dihadapi oleh segmen mikro.
Seperti diketahui KUR merupakan komitmen pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional melalui percepatan pengembangan sektor riil. Khususnya peningkatan kapasitas pelaku usaha mikro.
Menurut Supari, sebagai salah satu pilar utama perekonomian, pelaku usaha mikro memiliki peran penting dalam menciptakan kesempatan kerja hingga percepatan pemberantasan kemiskinan. Adapun berdasarkan penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2022, pelaku usaha mikro terbukti mendapatkan ketangguhan ketika menikmati layanan KUR di tengah masa pandemi.
"Sejak awal diluncurkan, pelaksanaan program KUR terus menunjukkan peningkatan alokasi (kuota) dan realisasinya. Kemudahan akses dan beberapa relaksasi ketentuan terkait pembiayaan membuat antusias pelaku usaha mikro menjadi lebih tinggi dalam memanfaatkan program KUR tersebut. Seperti dua mata pisau, tingginya minat pelaku usaha mikro terhadap KUR ternyata juga memberikan pukulan terhadap besarnya biaya pengeluaran APBN terhadap program KUR," ungkap Supari dalam keterangan tertulis, Kamis (4/5/2023).
Lebih lanjut, dia memaparkan KUR telah mengalami transformasi signifikan. Ini terjadi pada berubahnya skema KUR generasi pertama dengan Imbal Jasa Penjaminan (IJP) sejak 2007 hingga 2014 menjadi KUR generasi kedua melalui subsidi bunga dari 2015 hingga saat ini.
Adapun berdasarkan kajian yang dilakukan Kementerian Keuangan pada 2020 menunjukkan perubahan skema ke subsidi bunga memberikan dampak ekonomi. Di antaranya penciptaan output, Produk Domestik Bruto (PDB), dan tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat skema IJP diterapkan.
Namun, lanjut dia, ketika dilakukan pendekatan Cost Effectiveness Analysis (CEA) atau pengukuran dampak KUR pada penciptaan PDB dan tenaga kerja, skema IJP menghasilkan rasio yang lebih tinggi dibandingkan rasio yang sama pada skema subsidi bunga. Dengan kata lain, hal ini mengindikasikan skema IJP memiliki efektivitas yang lebih baik
"Berarti dengan biaya relatif kecil menghasilkan dampak ekonomi yang lebih besar atau skema subsidi bunga memiliki tingkat cost effectiveness yang lebih rendah. Artinya untuk mendapatkan dampak ekonomi yang besar memerlukan biaya pengeluaran pemerintah yang sangat besar pula," terang Supari.
Sebelumnya pada 2022, BRI Research Institute melakukan penelitian untuk mengukur tingkat efisiensi ekonomi KUR dengan menggunakan pendekatan konsep Dead Weight Loss (DWL). Riset itu menyatakan bahwa kebijakan subsidi bunga yang membuat suku bunga KUR semakin rendah menyebabkan tidak efisiensi pasar atau menyebabkan distorsi di pasar.
Sementara itu, dalam rangka mengurangi DWL yang terjadi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun mengeluarkan kebijakan baru terkait KUR 2023. Di mana penerapan tingkat suku bunga KUR diberikan secara berjenjang hingga pembatasan terhadap pengajuan nasabah KUR yang melakukan pengajuan berulang.
"Upaya ini mampu menjadi win-win solution bagi pemerintah yang mampu menghemat biaya pengeluaran negara dan pelaku usaha mikro yang masih dapat menikmati subsidi bunga KUR guna meningkatkan kapasitas usahanya," tukas Supari.
Kemudian dalam menghadapi potensi segmen mikro dan ultra mikro, Kementerian BUMN menunjuk holding ultra mikro yang digawangi oleh BRI, Pegadaian, dan PNM untuk aktif melakukan pendampingan berupa pemberdayaan. Holding ultra mikro juga bertugas memberikan layanan pembiayaan kepada pelaku usaha segmen ultra mikro.
"Langkah ini sebagai milestone memberikan layanan keuangan formal kepada kurang lebih 30 juta dari pelaku usaha segmen ultra mikro yang belum terlayani sektor keuangan formal," kata dia.
Supari menambahkan perlunya upaya menjaga keberlangsungan usaha pelaku UMKM, khususnya segmen mikro menjadi penting untuk menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan UKM kontribusi UMKM terhadap PDB nasional mencapai lebih dari 61%.
"BRI sebagai penyalur KUR terbesar pada 2022 saja mampu menyalurkan KUR hingga Rp 252,4 triliun. Terdiri dari KUR super mikro sebesar Rp 5,51 triliun, KUR Mikro sebesar Rp 215,3 triliun, dan KUR Kecil sebesar Rp 30 triliun," ungkap Supari.
Merespons kebijakan skema subsidi bunga KUR terbaru, dia mengungkapkan bahwa bisnis segmen mikro BRI telah menyiapkan strategi soft landing KUR. Salah satunya melalui shift back dan rejuvenasi produk pembiayaan.
Selain itu, peningkatan kualitas layanan pembiayaan juga dilakukan melalui digitalisasi business process yang mampu mempercepat layanan kepada masyarakat. Seperti dalam kajian empiris, kata dia, penyerapan kredit di segmen mikro bergantung kepada akses layanan yang cepat dan mudah, bukan kepada tingkat suku bunga.
"Pada triwulan I-2023, terlihat pertumbuhan disbursement kredit komersial segmen mikro BRI sebesar 29% dan jumlah nasabah mengalami kenaikan signifikan lebih dari 42% secara year on year. Capaian tersebut menunjukkan terjadinya graduasi dan peningkatan usaha terhadap pelaku usaha mikro yang lebih komersial," tambah Supari.
Menurut dia, bisnis segmen mikro BRI menyumbang kontribusi hampir 48% atau Rp 563,4 triliun dari total penyaluran kredit BRI. Langkah lain, BRI juga mendorong 60% penyaluran pembiayaan berfokus pada sektor produksi.
"Perubahan skema subsidi bunga dan prioritas alokasi sektor KUR kepada bisnis segmen mikro akan mempercepat proses inklusi keuangan serta mendorong munculnya sumber pertumbuhan ekonomi baru. Selain itu, sebagai komitmen terhadap pemberdayaan pelaku usaha mikro untuk lebih tangguh, perseroan telah menyiapkan berbagai produk dan layanan pembiayaan mikro yang dapat diakses oleh masyarakat luas," pungkas Supari.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Grassroot, Kredit Mikro BRI Tembus Rp 551,26 T