Dunia Kerja AS Makin Suram, Ini 3 Indikatornya

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
Rabu, 03/05/2023 13:25 WIB
Foto: McDonald's Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Tenaga kerja masih menjadi isu hangat selama dua tahun terakhir. Hal itu seiring dengan angka angkatan kerja, pengangguran atau orang yang berhenti kerja, dan tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meningkat.

Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) menyebut bahwa ada tiga indikator pasar kerja yang disebut 'cooling down yang tidak ambigu'. Hal itu diungkapkan Direktur penelitian ekonomi Amerika Utara Nick Bunker dalam surveinya.

Sejatinya, pasar kerja tetap menguntungkan bagi pekerja meskipun trennya cenderung menurun akhir-akhir ini. Berdasarkan data metrik, hal itu terlihat sejak pra-pandemi pada 2019. Bahkan, tingkat pengangguran nasional 3,5% pada bulan Maret merupakan yang terendah sejak 1969.


"Jika Anda melihat suhu pasar tenaga kerja saat ini, masih kuat, masih panas," kata Bunker mengutip CNBC Internasional, Rabu (3/5).

Menurutnya, belum diketahui secara jelas apakah pendinginan pasar kerja akan berlanjut dan pada kecepatan berapa.

Federal Reserve mulai menaikkan biaya pinjaman secara agresif tahun lalu untuk mendinginkan ekonomi dan pasar tenaga kerja, yang bertujuan untuk menjinakkan inflasi yang sangat tinggi. Serta mundurnya pinjaman, yang diperburuk oleh gejolak baru-baru ini di sektor perbankan, dapat menerapkan rem tambahan pada ekonomi AS.

Berikut data terbaru mengenai pasar kerja :

1. Lowongan pekerjaan

Proksi dari permintaan pemberi kerja terhadap pekerja, turun ke level terendah dua tahun di bulan Maret. Menurut data JOLTS, pembukaan papangan kerja menurun menjadi 9,6 juta pada bulan Maret arau turun 384.000 dari Februari 2023.

Lowongan kerja terus memecahkan rekor saat ekonomi AS dibuka kembali di era pandemi Covid-19. Bisnis menuntut untuk mempekerjakan pekerja, dan lowongan kerja akhirnya mencapai puncaknya di atas 12 juta pada Maret 2022.

Saat ini, rekrutmen pekerjaan turun 1,6 juta dari Desember dan berada di level terendah sejak April 2021. "Penurunan yang cukup cepat," kata Bunker.

Namun, pembukaan tetap jauh di atas garis dasar pra-pandemi. Misalnya, rata-rata ada sekitar 7,2 juta lowongan pekerjaan per bulan pada tahun 2019.

Sementara kepala ekonom di ZipRecruiter Julia Pollak mengatakan, usaha kecil dengan kurang dari 50 karyawan tampaknya telah memimpin penurunan lowongan pekerjaan secara keseluruhan pada bulan Maret.

Sementara, jumlah lowongan kerja di sektor swasta turun 4,7%. Penurunan tertunggi yaitu, 8,9% adalah sektor usaha kecil, katanya, mengutip data JOLTS. Sebab, pengetatan kredit sangat berdampak pada usaha kecil dan kemungkinan menghambat kemampuan mereka untuk berinvestasi dan tumbuh.

2. Berhenti

Orang yang resign terus berkurang. Sekitar 3,9 juta pekerja berhenti dari pekerjaan mereka di bulan Maret, sedikit menurun 129.000 dari bulan Februari. Namun, resign secara sukarela ini juga sudah menurun jika dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 650.000 saat mendekati rekor tertinggi.

Resign merupakan anggapan dari para pekerja bahwa mereka dapat menemukan pekerjaan lain, karena mereka yang keluar sering melakukannya untuk pekerjaan baru.

Angka tersebut masih sekitar 10% lebih tinggi dari tingkat pra-pandemi, tetapi penurunan tersebut sebagai tanda bahwa pekerja semakin tidak percaya diri dengan kemampuan mereka untuk berhenti dan mencari pekerjaan baru di tengah pasar kerja yang mendingin," kata Daniel Zhao, pemimpin ekonom di tempat kerja Glassdoor.

Perlambatan paling terasa pada layanan akomodasi dan makanan, yang mencakup bisnis seperti restoran dan hotel. Tingkat berhenti turun 1,3 poin persentase selama sebulan, lebih dari dua kali lipat tingkat industri lain.

"Pergantian karyawan yang tinggi di restoran telah menjadi pendorong utama pertumbuhan upah setinggi langit dalam beberapa bulan terakhir, tetapi itu mungkin akan segera berakhir," kata Pollak.

3. PHK

Ada peningkatan tajam dalam PHK di bulan Maret. Tingkat PHK meningkat menjadi 1,2%, level tertinggi sejak Desember 2020, dari 1%.

Lonjakan PHK adalah angka yang paling memprihatinkan. Jumlah PHK naik 248.000 selama sebulan, menjadi sekitar 1,8 juta, yang mendekati tingkat pra-pandemi setelah dua tahun terakhir jauh di bawah, saat pasar kerja masih menggeliat.

Peningkatan paling tajam adalah di sektor konstruksi, potensi kejatuhan ekonomi dari biaya kredit yang lebih tinggi dapat memukul pasar tenaga kerja, sebagian karena biaya hipotek yang lebih tinggi.


(rob)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kinerja Meningkat, Emiten Alkes Fokus Inovasi dan Digitalisasi