
Duh, IHSG Berbalik Arah Ditutup Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali berbalik arah ke zona merah pada penutupan sesi II perdagangan hari ini, Rabu (5/4/23). Indeks turun 0,20% menjadi 6.819,67 secara harian.
Sebanyak 286 saham melemah, 239 saham menguat sementara 189 saham lainnya tidak bergerak. Perdagangan menunjukkannilaitransaksimencapai sekitarRp10,23 triliundengan melibatkan18,54 miliar sahamyang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali.
Hari ini IHSG bergerak fluktuatif dan sempat menyentuh level tertinggi di 6.867,33. Dalam lima hari perdagangan apresiasi IHSG masih menguat 0,19%. Sementara itu, secara year to date (ytd) indeks masih membukukan pelemahan sebesar 0,45%.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) via Refinitiv hanya setengah dari total sektor melemah dengan sektor industri memimpin pelemahan 1,15%.
Adapun lima bottom movers IHSG berdasarkan bobot indeks poinnya pada penutupan sesi II hari ini adalah sebagai berikut:
- PT Gojek Tokopedia (-6,00)
- PT Bank Central Asia (-3,67)
- PT Sumber Alfaria Trijaya (-3,51)
- PT Semen Indonesia (-3,07)
- PT Indocement Tunggal Prakarsa (-2,98)
Pasar saham Indonesia mendapatkan tekanan dari Wall Street yang semalam tumbang akibat pelaku pasar yang kurang percaya diri terhadap kondisi ekonomi Amerika Serikat.
Mengutip Reuters, pada perdagangan Selasa (4/4/2023) waktu Amerika Serikat Dow Jones turun 0,59% menjadi 33.402,38. Sedangkan S&P 500 turun 0,58% untuk mengakhiri sesi di 4.100,60. Sementara Nasdaq tergelincir 0,52%, ditutup di 12.126,33.
Nanti malam waktu Indonesia, Amerika Serikat akan merilis dua data penting yakni neraca dagang termasuk di antaranya ekspor dan impor serta ISM non manufaktur PMI.
Keduanya penting untuk mengukur kekuatan ekonomi negara adidaya tersebut sehingga menjadi pertimbangan investor mengenai laju pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, pasar saham masih dibayangi oleh ketakutan inflasi yang meningkat seiring dengan harga minyak mentah dunia yang melonjak.
Harga minyak digerakkan oleh berita dari OPEC+ yang memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel per hari (bpd) akan dimulai Mei dan berlangsung hingga akhir 2023.
Pemangkasan terbanyak dilakukan Arab Saudi yakni 500 ribu bpd di Arab Saudi, pemotongan 211 ribu barel/hari oleh Irak, 144 ribu bpd oleh Uni Emirat Arab, dan 128 ribu bpd dari Kuwait.
Goldman Sachs menurunkan perkiraan produksi OPEC+ pada akhir tahun 2023 sebesar 1,1 juta bpd dan menaikkan perkiraan harga Brent untuk tahun 2023 sebesar US$5 menjadi US$95 per barel dan sebesar US$3 menjadi US$100 per barel untuk tahun 2024.
Harga minyak yang menguat dapat menguntungkan emiten produsen minyak. Namun secara keseluruhan dapat memberikan efek negatif yakni kenaikan inflasi.
Inflasi yang menguat akan tetap membuat bank sentral hawkish pada kebijakan suku bunganya dan akan berdampak negatif terhadap ekonomi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dua Hari di Zona Merah, IHSG Kembali Menguat