
Saham Emas Terbang, Ada yang Sudah Meroket 17% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan emas di Indonesia terpantau melesat pada perdagangan sesi I Rabu (5/4/2023), mengikuti pergerakan harga emas dunia yang kembali terbang.
Hingga pukul 09:27 WIB, keenam saham emas RI berhasil melesat lebih dari 1%. Bahkan, sudah ada yang meroket hingga 17% lebih.
Berikut pergerakan saham emiten tambang emas pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
J Resources Asia Pasifik | PSAB | 113 | 17,71% |
Wilton Makmur Indonesia | SQMI | 69 | 6,15% |
Aneka Tambang | ANTM | 2.130 | 3,90% |
Bumi Resources Minerals | BRMS | 174 | 3,57% |
Archi Indonesia | ARCI | 368 | 3,37% |
Merdeka Copper Gold | MDKA | 4.270 | 1,91% |
Sumber: RTI
Saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) memimpin penguatan saham pertambangan emas pada sesi I hari ini, yakni meroket 17,71% ke posisi Rp 113/saham.
Sedangkan untuk saham pertambangan emas raksasa yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) melesat masing-masing lebih dari 3% dan 1%.
Harga emas terbang dan menembus level US$ 2.000 per troy ons setelah data pengangguran Amerika Serikat (AS) memburuk.
Pada penutupan perdagangan Selasa kemarin, emas ditutup melesat 1,81% di posisi US$ 2.019,97 per troy ons.
Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 8 Maret 2022 di mana emas menembus US$ 2.052.
Lonjakan harga sekaligus membawa emas ke level US$ 2.000 untuk pertama kalinya sejak 8 Maret 2022 atau 12 bulan terakhir.
Harga emas juga masih terbang pada pagi hari ini. Per pukul 06:22 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.021,61 per troy ons. Harganya menguat tipis 0,08%.
Salah satu penopang emas adalah data tenaga kerja AS yang memburuk. Laporan pembukaan lapangan kerja (JOLTS) pada Februari 2023 menunjukkan lapangan pekerjaan baru yang terbuka hanya 9,93 juta.
Jumlah tersebut anjlok 632.000 dibandingkan Januari 2023.
Ini adalah kali pertama jumlah lapangan kerja baru hanya tercatat 10 juta sejak Mei 2021 atau 21 bulan terakhir. Jumlah lapangan kerja baru juga jauh di bawah ekspektasi pasar yang berada di angka 10,4 juta.
Anjloknya lapangan kerja baru di AS tentu saja menjadi kabar baik bagi emas.
Dengan lapangan kerja yang turun artinya sinyal melandainya inflasi semakin kencang. Sebelumnya, inflasi AS, indeks harga produsen, dan indeks pengeluaran pribadi warga AS juga melandai.
Data-data tersebut menjadi sinyal ada pelemahan ekonomi AS. Artinya, ada peluang bagi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk melunak.
Ekspektasi pasar kini menunjukkan 43% pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan Mei mendatang. Sebanyak 57% atau mayoritas melihat The Fed akan menahan suku bunga
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Masih Perkasa, Tapi Kok 6 Sahamnya di RI Loyo?