
Dekati Rp 14.900/US$, Rupiah Menuju Penguatan 5 Hari Beruntun

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (4/4/2023). Jebloknya indeks dolar AS membuat rupiah kini berpeluang mencatat penguatan lima hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.945/US$, menguat 0,13% di pasar spot.
Indeks dolar AS yang merosot 0,4% awal pekan kemarin. Tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret. Purchasing Managers' Index (PMI) dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi (di bawah 50) selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.
Pasca rilis data tersebut, indeks dolar AS yang sebelumnya menguat langsung berbalik turun.
Namun, di sisi lain inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang sulit turun membuat pasar kembali memprediksi bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga pada Mei.
Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch yang menunjukkan adanya probabilitas sebesar 54,8% suku bunga akan dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 5% - 5.25%.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Maret 2023 yang bertepatan dengan Ramadan kali ini terpantau lebih rendah dalam dua tahun terakhir. Hal ini dimungkinkan karena turunnya inflasi harga bergejolak pada bulan Maret lalu.
Inflasi pada Maret 2023 mencapai 0,18% (month-to-month/mtm), lebih rendah dibandingkan 0,40% pada 2022 dan 0,32% pada 2021.
Jika dilihat secara tahunan, inflasi Maret sebesar 4,97% (yoy) lebih rendah dari inflasi Ramadan tahun 2022 yang mencapai 5,47%.
Inflasi bulan lalu juga lebih rendah dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Maret 2023 akan menembus 0,29% dibandingkan (mtm), dan 5,15% (yoy)
Dari catatan BPS, inflasi inti secara tahunan terus mengalami penurunan. Inflasi inti per Maret 2023 mencapai 2,94% dari bulan sebelumnya 3,09%.
Inflasi yang rendah menjadi kabar baik, daya beli masyarakat akan lebih kuat, dan bisa membuat roda perekonomian lebih kencang.
Hal ini tentunya memberikan sentimen positif bagi rupiah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
