Harga Minyak Dunia Naik Terus, Negara Mana Untung vs Buntung?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
04 April 2023 13:36
kilang minyak
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia menguat pada perdagangan siang hari ini setelah OPEC+ memangkas lebih banyak produksi.

Pada perdagangan Selasa (4/4/2023) pukul 12.00 WIB harga minyak acuan Brent tercatat US$85,36 per barel, menguat 0,51% dibandingkan harga penutupan kemarin. Sementara jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 0,52% ke US$80,84 per barel.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia atau dikenal sebagai OPEC+, mengguncang pasar dengan pengumuman untuk menurunkan target produksi sebesar 1,16 juta barel per hari (bpd).

Janji terbaru membawa total volume pemotongan oleh OPEC+ menjadi 3,66 juta barel per hari termasuk pemotongan 2 juta barel Oktober lalu atau sama dengan sekitar 3,7% dari permintaan global, menurut perhitungan Reuters.

"Pembelian besar-besaran dari pengurangan produksi OPEC+ telah mereda dan perhatian pasar telah beralih ke prospek permintaan di masa depan," kata Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, unit Nissan Securities.

"Dalam jangka pendek, permintaan diperkirakan akan meningkat untuk musim berkendara di musim panas, tetapi harga minyak yang lebih tinggi dapat mengintensifkan tekanan inflasi dan memperpanjang kenaikan suku bunga di banyak negara, yang dapat mengurangi permintaan," katanya.

Kikukawa pun memaparkan dampak lebih luas juga dapat memicu kembali kekhawatiran tentang industri keuangan global.

Pembatasan produksi OPEC+ menyebabkan Goldman Sachs menaikkan perkiraannya untuk Brent menjadi US$95 per barel pada akhir tahun ini, dan menjadi US$100 untuk tahun 2024.

Namun, kenaikan tersebut menambah kekhawatiran investor tentang biaya yang lebih tinggi untuk bisnis dan konsumen, meningkatkan kekhawatiran bahwa inflasi terhadap ekonomi dunia dari kenaikan harga minyak akan menghasilkan kenaikan suku bunga yang lebih tinggi.

Pengamat pasar telah mencoba untuk mengukur berapa lama lagi bank sentral The Federal Reserve (The FEd) mungkin perlu terus menaikkan suku bunga untuk mendinginkan inflasi, dan memungkinkan ekonomi AS mungkin menuju resesi.

Ini karena AS adalah salah satu konsumen terbesar minyak mentah dunia. Menurut BP Statistic 2022, konsumsi minyak AS mencapai 16,86 juta barel per hari (bpd) pada 2021.

Selain AS, harga miyak yang tinggi juga akan berdampak pada tingginya harga bahan bakar negara-negara lain yang merupakan konsumen utama minyak mentah. Ujung-ujungnya adalah inflasi yang meningkat.

Di sisi lain, negara-negara sebagai produsen minyak akan mendapatkan keuntungan dari tingginya harga minyak.

Walaupun dalam jangka panjang volume jual minyak mentah mungkin akan merosot karena lemahnya permintaan.

Akan tetapi tingginya harga minyak bisa mengkompensasi volume merosot. Hal ini sama seperti 2022 dan perusahaan minyak dunia pun mendapatkan lompatan laba yang signifikan.

"Jika minyak mentah dapat menembus di atas kisaran resistensi yang kuat di US$82/US$83, itu bisa kembali
ke US$90-an, tetapi akan ada penjual yang antri untuk menjual pada level tersebut," kata Tony Sycamore, seorang marketer. analis di IG di Sydney.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(ras/ras) Next Article Usai Serangan Iran ke Israel, Harga Minyak Dunia Tergelincir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular