Bursa Asia Happy Weekend, Sayang IHSG Nggak Ikutan

Market - Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
31 March 2023 17:22
A woman walks past an electronic board showing stock information at a brokerage house in Fuyang, Anhui province, China March 23, 2018. China Daily via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT. Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup cerah pada perdagangan Jumat (31/3/2023), ditopang oleh saham teknologi di tengah prediksi pasar bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) akan bersikap lebih dovish kedepannya.

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup melesat 0,93% ke posisi 28.041,5, Hang Seng Hong Kong menguat 0,45% ke 20.400,109, Shanghai Composite China bertambah 0,36% ke 3.272,86, Straits Times Singapura naik tipis 0,05% ke 3.258,9, ASX 200 Australia terapresiasi 0,78% ke 7.177,8, dan KOSPI Korea Selatan melonjak 0,98% menjadi 2.476,86.

Namun sayangnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,05% menjadi 6.805,28 di perdagangan terakhir Maret 2023 sekaligus perdagangan terakhir di kuartal I-2023.

Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi pemerintah (NBS) periode Maret 2023 dilaporkan melandai menjadi 51,9, dari sebelumnya pada Februari lalu sebesar 52,6.

Meski melandai, tetapi angka bulan ini lebih baik dari prediksi pasar sebelumnya yang memperkirakan PMI manufaktur China berada di angka 51,5. Selain itu, PMI manufaktur China juga masih berada di zona ekspansif.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya adalah kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

"Masih ekspansinya sektor manufaktur China menunjukkan bahwa pemulihan pembukaan kembali China yang cepat tetap kuat bulan ini," kata analis Capital Economics, dikutip dari CNN International.

Data PMI manufaktur yang masih kuat membuat sentimen investor terangkat kembali dan juga membuat yuan China lebih menarik terhadap dolar AS pada hari ini.

China telah meluncurkan sejumlah langkah dalam beberapa pekan terakhir untuk mendorong pertumbuhan yang menurun dan meningkatkan kepercayaan bisnis.

Di lain sisi, cerahnya sebagian besar bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street kemarin yang kembali menghijau.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,43%, S&P 500 bertambah 0,57%, dan Nasdaq Composite melesat 0,73%.

Menurut investor veteran, Ed Yardeni, ia juga melihat bahwa Wall Street justru akan menguat ke depannya sebab bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi menghentikan kenaikan suku bunga.

Yardeni memprediksi indeks S&P 500 akan menyentuh 4.600 pada akhir tahun nanti, atau naik sekitar 14% dari level saat ini.

Menurutnya, krisis perbankan yang terjadi beberapa pekan terakhir sudah berakhir diredam. Pasca terjadinya krisis, The Fed diprediksi tidak akan lagi menaikkan suku bunga, meski tidak juga melakukan pemangkasan.

"Saya tidak melihat The Fed akan menurunkan suku bunganya. Tetapi saya pikir saat ini mereka sudah berada di posisi restriktif di mana mereka tidak perlu lagi menaikkan suku bunga," kata Yerdani sebagaimana dilansir Business Insider, Kamis (30/3/2023).

Di lain sisi, data menunjukkan bahwa ekonomi dan tenaga kerja di AS masih cukup kuat. Data klaim tunjangan pengangguran dalam sepekan yang berakhir 25 Maret sebanyak 198.000 klaim, naik 7.000 dibandingkan pekan sebelumnya, dan sedikit di atas ekspektasi 195.000 klaim.

Klaim tunjangan pengangguran tersebut memberikan gambaran pasar tenaga kerja AS yang masih kuat meski The Fed sudah sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.

Selain itu, data yang dirilis hari ini menunjukkan data produk domestik bruto (PDB) final AS pada kuartal IV-2022 tumbuh sebesar 2,6%, lebih rendah dari rilis sebelumnya 2,7%.

Di kuartal I-2023, pertumbuhan ekonomi AS diprediksi masih akan berakselereasi. Berdasarkan data GDPNow milik Fed Atlanta, PDB Negeri Paman Sam diprediksi tumbuh 3,2%.

Kuatnya perekonomian AS sebenarnya memberikan kebingungan di pasar. Dalam kondisi normal, hal tersebut bagus, tetapi saat "berperang" melawan inflasi tinggi akan menjadi buruk.

Inflasi tinggi akan susah turun saat PDB tumbuh tinggi. Namun, dengan The Fed diprediksi tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga, bahkan banyak yang melihat tidak akan dinaikkan lagi, harapan AS lolos dari resesi semakin besar, meski masih menyisakan pertanyaan apakah inflasi bisa turun atau masih tetap bandel.

CNBC INDONESIA RESEARCH


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Awal Perdagangan 2023, Bursa Asia Ditutup Gak Kompak


(chd/chd)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading