Jumat Berkah, Bursa Asia Dibuka Kompak Bergairah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka kompak menghijau pada perdagangan Jumat (31/3/2023), di tengah makin meredanya sentimen dari krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) dan membuat bursa saham AS kembali menghijau kemarin.
Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang melesat 0,91%, Hang Seng Hong Kong melonjak 1,18%, Shanghai Composite China naik tipis 0,09%, Straits Times Singapura menguat 0,29%, ASX 200 Australia terapresiasi 0,74%, dan KOSPI Korea Selatan menanjak 0,91%.
Dari China, data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi pemerintah (NBS) periode Maret 2023 akan dirilis pada pagi hari ini waktu Asia.
Konsensus Trading Economics memperkirakan PMI manufaktur China akan melandai menjadi 51,5, dari sebelumnya pada bulan lalu di angka 52,6.
Hal ini tentunya akan dipantau oleh pelaku pasar di Asia-Pasifik, mengingat sebelumnya kinerja ekonomi China meningkat pada Maret dari dua bulan pertama tahun ini dan negara itu akan memperluas permintaan domestik serta mengkonsolidasikan pemulihan ekonominya.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas menguat terjadi di tengah cerahnya kembali bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,43%, S&P 500 bertambah 0,57%, dan Nasdaq Composite melesat 0,73%.
Sektor perbankan di Negeri Paman Sam kembali menguat, membuat pelaku pasar memprediksi gonjang-ganjing sudah selesai.
Menurut investor veteran, Ed Yardeni, ia juga melihat bahwa Wall Street justru akan menguat ke depannya sebab bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) berpotensi menghentikan kenaikan suku bunga.
Yardeni memprediksi indeks S&P 500 akan menyentuh 4.600 pada akhir tahun nanti, atau naik sekitar 14% dari level saat ini.
Menurutnya, krisis perbankan yang terjadi beberapa pekan terakhir sudah berakhir diredam. Pasca terjadinya krisis, The Fed diprediksi tidak akan lagi menaikkan suku bunga, meski tidak juga melakukan pemangkasan.
"Saya tidak melihat The Fed akan menurunkan suku bunganya. Tetapi saya pikir saat ini mereka sudah berada di posisi restriktif di mana mereka tidak perlu lagi menaikkan suku bunga," kata Yerdani sebagaimana dilansir Business Insider, Kamis (30/3/2023).
Di lain sisi, data menunjukkan bahwa ekonomi dan tenaga kerja di AS masih cukup kuat. Data klaim tunjangan pengangguran dalam sepekan yang berakhir 25 Maret sebanyak 198.000 klaim, naik 7.000 dibandingkan pekan sebelumnya, dan sedikit di atas ekspektasi 195.000 klaim.
Klaim tunjangan pengangguran tersebut memberikan gambaran pasar tenaga kerja AS yang masih kuat meski The Fed sudah sangat agresif dalam menaikkan suku bunga.
Selain itu, data yang dirilis hari ini menunjukkan data produk domestik bruto (PDB) final AS pada kuartal IV-2022 tumbuh sebesar 2,6%, lebih rendah dari rilis sebelumnya 2,7%.
Di kuartal I-2023, pertumbuhan ekonomi AS diprediksi masih akan berakselereasi. Berdasarkan data GDPNow milik Fed Atlanta, PDB Negeri Paman Sam diprediksi tumbuh 3,2%.
Kuatnya perekonomian AS sebenarnya memberikan kebingungan di pasar. Dalam kondisi normal, hal tersebut bagus, tetapi saat "berperang" melawan inflasi tinggi akan menjadi buruk.
Inflasi tinggi akan susah turun saat PDB tumbuh tinggi. Namun, dengan The Fed diprediksi tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga, bahkan banyak yang melihat tidak akan dinaikkan lagi, harapan AS lolos dari resesi semakin besar, meski masih menyisakan pertanyaan apakah inflasi bisa turun atau masih tetap bandel.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Investor Fokus ke China, Bursa Asia Dibuka Loyo
(chd/chd)