Internasional

Biden-Yellen Siapkan Manuver Baru Lawan Badai Perbankan AS

Market - Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
31 March 2023 06:41
President Joe Biden speaks about jobs during a visit to semiconductor manufacturer Wolfspeed Inc., in Durham, N.C., Tuesday, March 28, 2023. (AP Photo/Carolyn Kaster) Foto: AP/Carolyn Kaster

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak regulator federal untuk mengambil serangkaian reformasi untuk melindungi sistem perbankan. Ini terjadi setelah dua bank di negara itu, Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank, mengalami keruntuhan.

Gedung Putih mengatakan Kamis (30/1/2023) bahwa proposal Biden sesuai dengan upayanya baru-baru ini untuk memperkuat pengawasan dan regulasi bank yang lebih besar. Sehingga, kata rumah presiden tersebut, AS 'tidak berada lagi dalam posisi ini'.

"Pemerintahan ingin regulator mengambil berbagai langkah untuk mengembalikan perlindungan bagi bank dengan aset antara US$ 100 miliar (Rp 1.500 triliun) dan US$ 250 miliar (Rp 3.755 triliun) serta meningkatkan pengawasan terhadap lembaga keuangan," papar lembar fakta itu dikutip CNBC International.

Reformasi yang diusulkan Gedung Putih mencakup peningkatan persyaratan likuiditas untuk bank menengah, memperbarui tes stres likuiditas untuk memperhitungkan penarikan cepat, serta kemampuan media sosial untuk menyebarkan informasi di antara para nasabah.

Lalu, Biden juga meminta agar ada tes tertentu bagi bank-bank kelas menengah untuk menghadapi krisis likuiditas. Ia juga ingin bank menengah untuk menyerahkan rencana kepada regulator yang menjelaskan bagaimana mereka akan tutup jika gagal, tanpa menambah tekanan pada sistem keuangan.

"Memperbarui tes stres untuk memperhitungkan situasi baru yang tidak diperhitungkan dalam model saat ini, seperti efek kenaikan suku bunga yang cepat pada bank dengan tingkat bunga rendah, hutang jangka panjang yang tinggi," tambah pernyataan itu.

Terakhir, Biden juga memohon agar regulator dapat membatasi bank mana yang harus berkontribusi untuk mengisi kembali Deposit Insurance Fund, yang juga digunakan pemerintah untuk menyelamatkan deposan yang tidak diasuransikan di SVB.

Proposal Biden ini sebelumnya telah digaungkan oleh Menteri Keuangan AS Janet Yellen. Ia menyatakan regulasi dan aturan pengawasan perbankan perlu dikaji ulang.

Yellen juga menyerukan regulasi yang lebih kuat dari sektor non-bank, atau 'bank bayangan' yang sedang tumbuh. Termasuk dana pasar uang, dana lindung nilai, dan aset kripto.

"Setiap kali bank gagal, itu menjadi perhatian serius. Persyaratan peraturan telah dilonggarkan dalam beberapa tahun terakhir. Saya percaya adalah tepat untuk menilai dampak dari keputusan deregulasi ini dan mengambil tindakan yang diperlukan sebagai tanggapan," paparnya dalam acara National Association for Business Economics yang dilansir Reuters.

Meski begitu, proposal ini mendapatkan pertentangan dari Partai Republik yang menguasai DPR. Dalam sebuah pernyataan, anggota DPR Partai Republik, Patrick McHenry, yang juga ketua Komite Jasa Keuangan DPR, menuduh pemerintahan Biden mempolitisasi kegagalan bank dan mempertanyakan apakah perbaikan yang diusulkan akan mencegah krisis.

"Seperti yang kami dengar dari regulator Biden sendiri pada audiensi kami kemarin, ketidakmampuan pengawasan adalah penyebab utama kegagalan," kata McHenry.

"Tidak ada bukti bahwa Dodd-Frank digunakan mencegah bank-bank ini tergelincir," tambahnya, mengacu pada undang-undang Dodd-Frank yang diketuk pada 2010 lalu dengan tujuan untuk melindungi perbankan dari pinjaman resiko tinggi.

McHenry berujar lagi bahwa tes kekuatan perbankan baru-baru ini tidak memperhitungkan 'kondisi ekonomi saat ini' yang berkontribusi pada keruntuhan bank.

"Alih-alih memberikan lebih banyak otoritas kepada regulator yang tertidur di belakang kemudi sebelum kegagalan bank ini, kita harus meminta pertanggungjawaban mereka atas ketidakmampuan mereka menggunakan alat pengawasan yang ada," jelasnya.

SVB dan Signature Bank dideklarasikan kolaps pada awal bulan ini. Kejatuhan SVB dianggap merupakan dampak dari kebijakan suku bunga agresif The Fed, yang menekan harga obligasi yang dimiliki bank itu.

Sementara itu, Signature Bank disita pada 12 Maret lalu oleh regulator perbankan. Perusahaan itu, bersama Silvergate bank, mengalami kejatuhan setelah terjadinya ketidakstabilan di pasar stablecoin. Diketahui, kedua bank itu dikenal sebagai lembaga perbankan ramah kripto.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

'Gosipin' Krisis Bank AS, Buffett Kontak 'Tangan Kanan' Biden


(sef/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading