Bursa Asia Dibuka Menguat, Kecuali Nikkei-STI

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka menguat pada perdagangan Kamis (30/3/2023), di tengah bergairahnya kembali bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin.
Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka menguat 0,12%, Shanghai Composite China naik tipis 0,09%, ASX 200 Australia melesat 0,9%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,34%.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang dibuka melemah 0,25% dan Straits Times Singapura terkoreksi 0,45%.
Pelaku pasar di Asia-Pasifik bakal memantau kembali pergerakan bursa saham Hong Kong, setelah kemarin ditutup melonjak lebih dari 2% karena ditopang oleh melesatnya saham Alibaba karena rencana perseroan yang akan membagi bisnisnya menjadi enam grup.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas menguat terjadi di tengah bangkitnya kembali bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan kemarin.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1%, S&P 500 melonjak 1,42%, dan Nasdaq Composite melejit 1,79%.
Saham teknologi dan perbankan menjadi penopang Wall Street kemarin, meski sehari sebelumnya sempat kembali terpuruk. Hal ini menandakan bahwa sektor keduanya di AS masih cenderung volatil.
Para pelaku pasar melihat masa-masa buruk perbankan sudah berhasil dilewati.
Sebelumnya Presiden bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Minneapolis, Neel Kashkari dalam wawancaranya dengan CBS mengatakan para pejabat The Fed memantau dampak kejatuhan sektor perbankan "dengan seksama".
Ia juga menegaskan sistem perbankan saat ini resilien dan sehat, memiliki modal yang kuat dan likuiditas yang cukup memadai serta mendapat dukungan penuh dari The Fed dan regulator lainnya.
Meski demikian, Kashkari mengakui masih akan ada tekanan di sektor perbankan.
"Saya tidak mengatakan semua tekanan sudah hilang, saya memperkirakan proses ini memerlukan waktu beberapa saat. Tetapi secara fundamental. sistem perbankan sehat," kata Kashkari sebagaimana dilansir CNBC International.
Pergerakan saham perbankan juga lebih stabil di pekan ini, bahkan menguat tajam pada Senin lalu.
Di lain sisi, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) masih mengalami inversi. inversi terjadi antara yield Treasury tenor 2 tahun dengan tenor 10 tahun.
Inversi bisa dilihat dari spread (selisih) yield tenor 10 tahun dengan 2 tahun. Ketika spread-nya negatif artinya mengalami inversi. Pada Selasa lalu, selisihnya sempat menembus -103,5 basis poin, menjadi yang terbesar dalam lebih dari empat dekade terakhir, berdasarkan data Refinitiv.
Kali terakhir selisih sebesar 100 basis poin atau 1% terjadi pada 1981, AS dalam kondisi yang sama mengalami inflasi tinggi. Saat itu, resesi akhirnya terjadi dan tingkat pengangguran meroket.
Alhasil, pasar berharap bahwa The Fed akan semakin melunak kedepannya. Hal tersebut tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar melihat ada probabilitas sebesar 54% The Fed akan memangkas suku bunganya 25 bp menjadi 4,5% - 4,75%.
Oleh karena itu, pada hari ini pasar masih cenderung wait and see menanti rilis data final pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal IV-2022.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Awal November Bursa Asia Cerah, Sentimen Resesi Mulai Basi?
(chd/chd)