Kencang Isu Cut Rate The Fed, Rupiah Dekat Rp 15.000/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 March 2023 15:05
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/3/2023). Setelah gonjang-ganjing sektor perbankan di Amerika Serikat dan Eropa mereda, pelaku pasar kembali berfokus pada suku bunga tinggi dan risiko resesi.

Dengan kondisi tersebut, pelaku pasar melihat ada peluang bank sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunganya tahun ini, yang membuat dolar AS tertekan dan menguntungkan bagi rupiah.

Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan melemah 0,17%, setelahnya bergerak volatil sebelum menguat dan dipertahankan hingga sore ini. Saat penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 15.060/US$ atau menguat 0,17% di pasar spot, melansir data Refinitiv. 

Isu suku bunga tinggi dan resesi tentunya mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah kesulitan menguat. Tetapi ke depannya jika resesi terjadi, bank sentral AS (The Fed) diprediksi akan memangkas suku bunganya, yang tentunya bisa menguntungkan bagi rupiah.

"Raja Obligasi" Jeffrey Gundlach, mengatakan Amerika Serikat akan mengalami resesi dalam beberapa bulan ke depan, dan The Fed akan memangkas suku bunganya beberapa kali.

"Tekanan bagi perekonomian semakin besar, kita sudah membicarakan hal tersebut beberapa waktu terakhir, dan saya pikir resesi akan datang dalam beberapa bulan ke depan. The Fed akan bertindak dramatis," kata Gundlach dalam wawancaranya dengan CNBC International, Senin (27/3/2023).

Kemungkinan terjadi resesi di Amerika Serikat juga dikatakan semakin dekat pasca gonjang-ganjing sektor perbankan. Hal ini bahkan diungkapkan oleh Presiden The Fed Minneapolis, Neel Kashkari dalam wawancaranya dengan CBS.

"Ini jelas membawa kita semakin dekat (dengan resesi) saat ini, apa yang belum jelas bagi kami saat ini adalah seberapa banyak tekanan perbankan yang bisa membuat krisis kredit meluas. Kemudian, krisis kredit akan memperlambat perekonomian," kata Kashkari sebagaimana dilansir CNBC International.

Kashkari mengatakan para pejabat The Fed memantau dampak kejatuhan sektor perbankan "dengan seksama".

Ia juga menegaskan sistem perbankan saat ini resilien dan sehat, memiliki modal yang kuat dan likuiditas yang cukup memadai serta mendapat dukungan penuh dari The Fed dan regulator lainnya.

Meski demikian, Kashkari mengakui masih akan ada tekanan di sektor perbankan.

"Saya tidak mengatakan semua tekanan sudah hilang, saya memperkirakan proses ini memerlukan waktu beberapa saat. Tetapi secara fundamental. sistem perbankan sehat," tegasnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular