Siap-Siap! Rupiah Mau "Cicipi" Rp 15.000/US$
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat cukup tajam 0,46% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.085/US$ Selasa kemarin. Sebelumnya bahkan sempat menyentuh Rp 15.060/US$ yang merupakan level terkuat sejak 6 Februari.
Peluang berlanjutnya penguatan rupiah pada Rabu (29/3/2023) cukup besar melihat indeks dolar AS yang turun 0,36% pada perdagangan Selasa, melansir data Refinitiv.
Meski demikian, rupiah yang berada di dekat Rp 15.000/US$ tentunya rentan mengalami koreksi. Apalagi, pelaku pasar kini kembali berfokus ke suku bunga tinggi di Amerika Serikat dan risiko resesi.
Isu tentunya mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah kesulitan menguat. Tetapi ke depannya jika resesi terjadi, bank sentral AS (The Fed) diprediksi akan memangkas suku bunganya, yang tentunya bisa menguntungkan bagi rupiah.
"Raja Obligasi" Jeffrey Gundlach, mengatakan Amerika Serikat akan mengalami resesi dalam beberapa bulan ke depan, dan The Fed akan memangkas suku bunganya beberapa kali.
"Tekanan bagi perekonomian semakin besar, kita sudah membicarakan hal tersebut beberapa waktu terakhir, dan saya pikir resesi akan datang dalam beberapa bulan ke depan. The Fed akan bertindak dramatis," kata Gundlach dalam wawancaranya dengan CNBC International, Senin (27/3/2023).
Secara teknikal, rupiah saat ini berada di bawah rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50), MA 100 dan MA 200. Sehingga ruang penguatan tentunya terbuka lebih besar.
Mata Uang Garuda juga berada sedikit di bawah Rp 15.090/US$ yang merupakan support kuat.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50% yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Jika mampu bertahan di bawahnya, rupiah berpeluang menguat ke level psikologis Rp 15.000/US$. Ruang penguatan lebih jauh akan terbuka jika rupiah mampu menembus konsisten ke bawah level psikologis tersebut.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian mulai masuk wilayah jenuh jual (oversold).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic masuk wilayah oversold, artinya ada risiko rupiah mengalami koreksi.
Jika kembali ke atas Rp 15.090/US$, rupiah berisiko melemah ke Rp 15.150/US$ sampai Rp 15.180/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(pap/pap)